Selasa, 27 September 2011

Nama-mu GIGIH IRING BUMI, panggilan sayang-mu IGI

24 September 2003, Hari Rabu Pon bulan Rajab jam 23:05 di rumah sakit Karya Husada Cikampek, kamu dengan malas lahir ke dunia ini. Mungkin kamu enggan meninggalkan para malaikat dan nyaman-nya dunia-mu yang berisi air kasih sayang tiada henti. Mungkin kamu enggan tuk melepas tali rohani-mu dengan ibu-mu. Atau mungkin kamu "takut" untuk  memasuki dunia yang penuh sandiwara, penuh derita, penindasan dan kekejaman ini. Begitu malasnya, sampai tuk mengeluarkan-mu Bapak harus keluar biaya ekstra untuk membelah rahim ibumu. Tapi jangan khawatir anakku, itu sudah menjadi tanggung jawab-ku untuk membimbing dan mengantarkan-mu melewati jalan kehidupan ini, menuju akhir ke dunia yang baru kamu tinggalkan. Semoga jalan akhir itu, kita sama-sama menikmati "kembali" syurga yang pernah kita rasakan.

Mungkin kamu tidak mengetahui bagaimana resahnya Bapak menunggu hadirmu, khawatirnya Bapak dengan kondisi ibumu, dan sabarnya Bapak untuk menjaga mas-mu yang seperti tiada kehabisan energi lari kesana kemari, masuk ruangan yang satu ke ruangan yang lain di rumah sakit tempat lahir-mu, sampai ada suster yang tidak sabar menegur mas-mu dengan agak kasar!

Dan mungkin kamu tidak merasakan getaran hebat di hati Bapak-mu saat mas-mu bertanya ke Bapak,"Pak, ibu mati yaa..!" Seperti tersambar petir saat mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut kecil mas-mu. Dengan bibir bergetar, Bapak bicara,"Tidak nak, ibu lagi menjemput adik-mu. Seorang adik yang nanti akan menemani dalam main-mu". Dengan wajah lucu tapi memancarkan cahaya prihatin, mas-mu menjawab,"Hore! Ibu tidak mati! Hore! ada adik!" dan mas-mu melanjutkan membuang energy dengan lari kesana-kemari. Tinggal bapak-mu ini yang lemas menanti datang-mu di koridor rumah sakit yang sudah sepi!

Sayup-sayup Bapak dengar suara tangis. Dengan cemas bercampur rasa bahagia, aku tanya suster yang menggendong bayi keluar dari ruang operasi. Ternyata cemasku semakin menghebat tatkala Suster itu menjawab pertanyaan Bapak,"Maaf, ini bukan putra Bapak, Bapak Dodi Suprapto bukan?" Dengan pelan ku mengangguk dan perut ini semakin mules menahan rasa cemas-ku. Dengan lunglai aku kembali ke tempat duduk koridor, dan.. sendiri! 

Tidak tahu mas-mu dimana, karena Bapak sudah terpecah konsentrasi-nya. Dari kejauhan, tampak mas-mu yang berlari menuju Bapak dan bilang,"Pak, haus!" Aku keluarkan susu yang sudah bapak siapkan untuk mas-mu. Iya, mas-mu kuat sekali minum susu-nya, 800 gr x 5 dus mas-mu lahap tiap bulannya, itu mungkin yang menjadikan mas-mu seperti tiada kehabisan energi! Padahal mas-mu saat itu sudah 5 tahun, tapi minum susu-nya kuat sekali. Mudah-mudahan nanti mas-mu bisa melindungi-mu dengan energi-nya itu. Tentunya juga menyayangi-mu.

Tak berapa lama, datang seorang bapak lari tergopoh-gopoh menghampiri ruang operasi itu. Clingak-clinguk dan agak ragu untuk bertanya ke saya,"Minta maaf, apakah ini ruang operasi untuk ibu melahirkan?" Saya jawab,"Iya". Lanjut bapak itu lagi,"Apa sudah ada bayi yang lahir?" Saya jawab,"Sudah". Terus berapa pak?" Looh.., kok aneh pertanyaanya. Tapi belum terjawab perasaan aneh itu, bapak itu sudah melanjutkan bicara,"Iya, anak saya kembar pak. Tadi dikhabari oleh suster waktu perjalanan ke sini anak saya sudah lahir. Tapi gak jelas sudah lahir semua atau belum. Saya baru tiba dari Bandung. Maklumlah pak, saya baru sebulan dipindah kerja ke Bandung. Sore tadi saya dikhabari keluarga jam 8 masuk ruang operasi. Ibu saya juga sedang dalam perjalanan sekarang. Beginilah pak, perantauan. Tadi sudah ditemenin tetangga-tetangga, tapi saat tetangga pulang, diputuskan untuk masuk ruang operasi, karena riskan untuk melahirkan secara normal. Minta persetujuan juga lewat telpon..."
"Oh..! Hanya itu yang keluar dari mulut. Hampir sama kondisinya seperti saya, cuma kalau tadi sore saya hanya berniat untuk periksa karena memang sudah waktu-nya lahir tetapi belum ada tanda-tanda untuk lahir. Dan memang setelah diperiksa, ketuban sudah matang dan posisi-mu anakku sayang, melintang! Jadi untuk mengurangi resiko, harus cesar. Jadi saya praktis hanya dengan Ega mas-mu, berdua!.

Terdengar lagi dari ruang operasi itu suara tangis bayi. Karena sudah mengetahui, saya tidak antusias lagi. Saya yakin itu bukan suara tangis-mu. Benar saja, suster itu menjawab waktu ditanya sama bapak tadi,"Betul pak, ini adiknya. Alhamdulillah ibu-nya sehat-sehat saja". Bergegas bapak itu beriringan dengan suster menuju kemana, saya tidak tahu. Tinggal saya yang kembali lagi ke rasa cemas yang luar biasa.

Dan.... Whoooooaaaaa....! Whoooaaaa...! saya yakin itu tangis-mu. Bapak sudah siap di depan pintu ruang operasi untuk menyambut-mu. Tak lama, pintu terbuka dan..alhamdulillah.. Kamu begitu manis, begitu bersih! Pipi yang agak tembem, menambah lucu wajahmu. Dan kesempurnaan tubuhmu adalah anugrah terindah yang dititipkan Yang Maha Agung kepada bapak. Saking bahagianya, bapak sampai lupa akan mas-mu. Bergegas ku panggil mas-mu. EGA..! EGA..! wadduh.. kemana itu anak. Alhamdulillah, mas-mu dengan terengah-engah berlari ke bapak. dan kamu tidak mengetahui bagaimana girang-nya mas-mu, lonjak-lonjak-nya mas-mu ingin lihat wajah lucu-mu. Si Suster pembawa-mu sampai kewalahan melihat polah mas-mu. Dalam hati bapak, semoga suster itu sabar melihat tingkah mas-mu. Sampai kamu mungkin tidak mengerti, bagaimana kagum-ku dengan mas-mu akan "lucu-nya" wajah-mu. Sampai mas-mu bertanya,"Pak, adik Ega cewek ya..?. "Bukan, adek Ega cowok, khan bisa maen bola bareng nanti". "Oooh...", hanya itu yang keluar dari mulut kecil mas-mu.

Dan yang membuat bapak lega luar biasa, seperti kata mas-mu, "Ibu tidak mati nak!" Kata lugas dan nyata yang keluar dari mulut mas-mu. Ibu-mu, ibu mas-mu dan tentunya belahan jiwa bapak-mu masih dengan senyum, meskipun menahan perih saat mas-mu, bapak-mu beserta suster yang terus menerus mengagumi kelucuan-mu, dampingi ibu-mu inisiasi air kasih sayang-mu. Bibir-mu yang mungil menggapai-gapai lucu mencari puting indah ibu-mu. Alhamdulillah kamu bisa meraih-nya nak! Bisa kau reguk air indah ibumu masuk ke kerongkongan-mu. Air itu terus menemani-mu sampai kamu genap 2 tahun percis! Saat kamu protes di hari lahir-mu genap 2 tahun, bapak menjelaskan kamu harus berhenti minum air indahmu dari ibumu. Ngambeknya kamu saat bapak belikan susu yang persis diminum mas-mu. Tapi kamu memang anak baik, tidak sampai seminggu, kamu sudah menikmati susu yang juga diminum mas-mu. Bagaimana bahagianya bapak saat melihat dirimu dan mas-mu minum bareng-bareng susu yang selalu dibuatkan ibumu sambil tiduran. Maafkan bapak yang tidak pernah membuatkan susu-mu! Karena kamu, juga mas-mu tidak menyentuh sedikitpun susu "racikan" bapak! Sama persis seperti mas-mu protes,"Susu bikinan bapak tidak enak!" Maafkan bapak-mu sayang....

Sekarang kamu sudah 8 tahun, sudah besar dan sudah tebentuk watak dan sikapmu. Harapan bapak, aku besarkan kamu dengan toleransi, supaya nanti kamu menjadi pribadi yang penyabar. Aku tanamkan pujian, supaya nanti kamu selalu belajar untuk menghargai orang lain. Aku hindari suara cemoohan, supaya nanti kamu juga belajar tidak sombong dan menjadikan-mu rendah diri dengan cemoohan. Aku hindari celaan yang tidak wajar, supaya dalam hidup-mu kamu menjadi pribadi yang santun. Dan tentunya aku sebarkan kasih sayang Bapak-mu, Ibu-mu dan Mas-mu, supaya kamu menjadi pribadi yang menyenangkan, penyebar rasa kemanusiaan dan menjadi pribadi yang berpendirian.

Kamu beranjak besar "GIGIH IRING BUMI" yang bapak-mu, ibu-mu dan mas-mu memanggil-mu "IGI", sebuah nama yang menjadi doa bapak/ibu-mu dalam menemani kamu menelusuri jalan hidupmu.
Hari ini kamu genap berusia 8 tahun! Dan semoga saja si kembar teman-mu juga begitu. Genap 8 tahun dan tumbuh menjadi anak yang pintar, benar dan sehat. AMIN YRA

Perjalanan Hati
Kramatwatu, 24 September 2011
Bapakmu
Dodi Suprapto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar