Bagggguuuuuuuuuussssss…… bohong saja terus ya. Tak kandani yoo.., meskipun bohong atau mau berbohong, itu juga bisa menunjukkan tingkat kecerdasan dari orang yang berbohong itu! Lha ini kamu bohongnya seperti orang bodoh!! Tolol!!. Tak kasih tips untuk berbohong, harus survey dulu tempat atau hal yang akan dibuat untuk bohong! Waktunya, tempatnya dan apapun situasinya masih diterima oleh otak yang dibohongin! Utamanya, bohong itu harus direncana! Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa secara spontan langsung berbohong! Kalaupun ada, bukan kategori orang cerdas, tapi tolol! Dan yang penting harus tahu yang dibohongin itu tolol atau pintar! Kalau tolol sih gak masalah, sama-sama tolol! Tapi kalau yang dibohongin itu, minimal tidak tolol, berarti kadar kebohongan anda selevel dengan kebohongan orang tolol!!. Dari waktu, tempat dan situasi gak nyambung blas dengan apa yang anda bohongkan ke saya kemaren! Sudah-lah.. saya mengerti dengan kebutuhan Anda. Silahkan dinikmati apa yang menjadi menurut anda hal itu nikmat. Saya mengerti, dan mungkin kalau situasinya seperti anda, saya juga akan berbuat seperti itu, tapi mungkin agak lebih sedikit cerdas dan saya rencanakan!
Maaf, itu reaksi yang berlebihan karena dibohongi! Bohong, hal yang memang sangat sulit dipisahkan dari kita sebagai insan yang paling sempurna. Insan yang dianugrahi “spare part” yang sangat luar biasa dari sang Khalik, yaitu otak. Otak begitu pandai memanipulasi hal yang ada untuk tujuan melindungi, menghindar atau mendukung tindakan dari sang pemilik otak atau orang yang akan dilindungi, bahkan untuk “menghancurkan” orang lain.
Dan memang dalam hal tertentu, bohong sangat diperlukan. Kebohongan dimaksudkan mungkin untuk melindungi kepentingan, menghindari konflik bahkan untuk menghibur dan membesarkan hati seseorang. Dan yang utama dalam berbohong adalah meminimalkan orang lain mengetahui kalau kita berbohong! Tentunya diperlukan pengalaman dan “kecerdasan” tersendiri untuk berbohong. Mengetahui dengan persis kapan saatnya berbohong dan manfaat dari berbohong itu. Kalau belum mampu berbohong, jangan bohong! Itu akan menambah ganjaran sosial dari orang lain yang lebih menyakitkan, bahkan kebohongan untuk menghiburpun, kalau belum mampu, jangan lakukan. Dan jangan berbohong berulang-ulang untuk hal yang sama! Anda akan terlihat bodoh! Dan reaksi di pembuka tulisan yang akan anda terima.
Melakukan kebohongan sebenarnya saya sendiri kurang begitu suka, selagi masih bisa berkata sebenarnya, cobalah untuk berkata sebenarnya. Meskipun itu pahit! Dan kurang setuju juga bahwa orang yang suka berbohong adalah “gawan bayi” atau watak dari seseorang. Berbuat bohong dan terbiasa memanipulasi, karena kita dididik! Dididik untuk bisa bertempur di panggung sandiwara yang maha luas ini (baca: dunia). Dari ceprot lahir ke dunia, sudah dihadirkan kebohongan kebohongan. Perjalanan menuju dewasa, tak sadar orang tua kita sendiri pun sering mengajarkan kebohongan. Seperti mengatakan tidak sakit saat kita jatuh dan kebohongan lain-nya.
Berkata jujur sebenarnya jalan Illahi, dan berusahalah melakukan kejujuran, dan lihat apa yang terjadi. Tidak percaya, coba ingat kembali jejak rekam dalam kehidupan anda yang sudah dilalui. Dampak dari berbuat suatu kebohongan dengan berbuat suatu kejujuran. Menghadirkan suatu hal yang sangat berbeda. Biasanya hasil dari kejujuran adalah pahit dimuka, tapi luar biasa nikmat di belakang. Sedangkan hasil dari suatu kebohongan, nikmat dimuka tapi hal yang sangat memalukan, mengecewakan dan yang lebih tragis degradasi kepercayaan dari orang lain yang sangat dalam. Belum lagi hukuman secara sosial dari akibat kebohongan itu. Tidak percaya? Silahkan praktekkan sendiri!
Pengalaman pribadi saya mungkin sudah banyak menggambarkan itu. Contoh, suatu ketika saya berbohong atas ketidakmampuan saya. Tapi dengan kebohongan, saya mampu mendapatkan credit card! Tapi apa yang saya dapat? Terlilit hutang yang sangat luar biasa dalam fase hidup saya, bahkan boleh dikata kalau tidak ada tangan Tuhan, saya bangkrut! Hampir menghancurkan generasi yang dititip Tuhan lewat saya, karena tidak mampu menghantar menjadi dewasa! Belum kebohongan untuk memanipulasi kondisi atau apa yang telah saya lakukan, hasilnya kebohongan itu terungkap juga! Nikmat dimuka, tapi nelangsa dibelakang!
Contoh kecil dalam hal kejujuran, saya berkata terus terang terutama kepada mawar pendamping saya, bahwa saya mengagumi melati. Hasil yang didapat, mawar begitu murka dan kecewa dengan apa yang saya ungkapkan. Tapi itu sementara, dengan kejujuran saya itu, ternyata masing-masing langsung bisa instropeksi kenapa hal itu bisa terjadi. Mawarku terus belajar menyebarkan harumnya. Dan saya sendiri masih bisa menjaga komitmen agung, bahwa hal tersebut memang suatu “gangguan’ yang harus dihadapi dan diselesaikan. Dan sampai saat ini sebatas sebagai pengagum dari keindahan melati! Juga Memperkaya diri saya dalam menghadapi masalah! Pun kepada melati, saya berkata jujur bahwa saya tidak bisa menghindar dari bau harum dan keindahannya. Apa yang saya dapat! Luar biasa! Sama-sama bisa belajar! Sampai saat ini, minimal semua mengetahui kondisi sebenarnya! Meskipun pahit awalnya yang saya dapat. Saya dikatakan lebay dan sejenisnya, tapi akhirnya saya rasakan “respect” positif yang saya terima. Saya bisa lebih menjaga diri, begitu juga sebaliknya.
Ingatkan saya, ingatkan keluarga saya, ingatkan kita semua bahwa : BAU BUSUK AKHIRNYA AKAN TERCIUM JUGA!
Terus gali penghormatan dari orang lain dengan kejujuran! Yang jelas, kebohongan sebenarnya lebih menyulitkan kita, bukan karena kita menyakiti atau menghancurkan orang lain yang kita bohongi, melainkan karena orang lain menjadi sulit untuk percaya kepada kita! Kepercayaan adalah modal utama dalam menjalani kehidupan!
Merak, 8 September 2011
Dodi Suprapto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar