Rabu, 24 Agustus 2011

Jernihkan Mata Hati dan Dengarkan Kata Hati

Seandainya yaa.. seandainya, dalam menjalani hidup ini kita diberi jalan yang begitu jelas oleh yang Maha Kuasa. Ada marka jalan, ada penunjuk jalan disetiap persimpangan, bahkan kalau bisa dilengkapi traffic light! Jadi bisa mengetahui saatnya meneruskan perjalanan dengan aman karena lampu hijau, atau harus berhati-hati ataupun berhenti sejenak karena lampu kuning atau hijau.

Ya seandainya. Kenyataannya, hidup atau perjalanan hidup harus dijalani dengan kaburnya penunjuk jalan itu. Ya saya katakan kabur, karena sebenarnya kita sudah diberi penunjuk jalan yang abadi, yaitu mata hati sebagai jendelanya nurani, tetapi berapa persen kita dalam hidup memperhatikan petunjuk itu? Sengaja mengaburkan atau membutakan? Padahal itu petunjuk yang sangat terang benderang. Petunjuk yang seharusnya membimbing kita apabila menemui persimpangan dalam menjalani hidup. Dan harus memilih salah satu jalan tersebut. Tentunya masing-masing jalan di depan sana sudah dihadapkan suatu konsekwensi yang kita belum mengetahuinya. Karena kita belum melewati jalan tersebut. Tetapi tetap harus dihadapkan suatu pilihan, mana jalan yang akan dipilih.

Hidup  ada didalam wilayah kekuasaan waktu. Dan waktu dengan pongahnya selalu berjalan ke depan, tidak ada putar balik, tidak ada penyesalan. One way only! Kalaupun  kita salah dalam memilih jalan, tidak harus dan tidak bisa kita putar balik, tetapi dihadapkan kembali untuk memilih! Memilih jalan yang ada di hadapan kita! Suatu pilihan yang sulit bukan? Bayangan akan salah dalam memilih jalan (lagi)menghantui? Apa yang kita butuhkan? Apa yang bisa membantu kita mendapatkan petunjuk dan marka jalan yang benar-benar jelas? Sederhana. Terangkan kembali mata hati, jernihkan kata hati. Melihat dengan mata hati, mendengar dengan kata hati.  Karena mengandung petunjuk dan kejujuran hakiki dan menjadi jendela nurani. Nurani adalah si Bijak!

Cobalah sedikit menyingkirkan super power-nya pikiran. Otak atau pikiran hanya mengagungkan logika. Benar salah, untung rugi, masuk akal tidak masuk akal. Sedangkan mata hati melihat dengan kejujuran, kejernihan kata hati berbicara masalah apa yang harus dilakukan. Sesuatu yang sejalan dengan nurani. Kaburnya mata hati dan kati hati sehingga nurani terkubur dalam lubuk hati, adalah karena sudah terkaburnya dengan akal pikiran yang mempunyai kemampuan berpikir ratusan hal dalam hitungan menit!

Tidak mudah memang, tetapi apakah rela terus menerus menjadi kendali pikiran. Coba sibakkan ratusan sinyal dari otak itu untuk sekedar  medengar bisikan kata hati, lalu lihatlah dengan mata hati. Ambil jeda itu dari otak dengan berdoa. Karena berdoa adalah kekuatan untuk mengambil jeda dan mengosongkan pikiran. Manfaatkan jeda itu  untuk mendengar jernihnya kata hati. Tidak ada salahnya mendengar saran dari orang lain yang biasanya terucap setiap kali kita dihadapkan pada suatu kebingungan, dan juga biasanya menjadi saran terakhir,”Coba bertanya kepada hatimu, apa kata hatimu?.

Gundah gulana, risaunya hati adalah konsekwensi  mengingkari kata hati dan menutup mata hati. Yakinkah seorang pencuri, koruptor, politik culas dan penjahat bengis tidak gundah hatinya? Sangat yakin saya, pasti gundah, risau dan akan cenderung depresi. Karena terus menerus mengingkari kata hati bahwa mencuri itu jelek, mengambil dan memanipulasi yang bukan hak itu jelek, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan itu jelek dan membunuh itu jelek. Kenapa bisa saya seyakin itu, karena saya mengalaminya! Dan tidak menutup kemungkinan pernah anda alami juga. Apa yang anda rasakan? So, masihkah terus mengingkarinya?


Memang kadangkala dan kebanyakan mendengar kata hati akan menimbulkan hal yang sangat bertentangan dengan logika. Dan biasanya juga akan mengakibatkan penderitaan! Kalau tidak korupsi, takut menjadi miskin. Kalau tidak culas, sampai kapan tujuan tercapai. Dan seterusnya dan seterusnya.  Sampai hari inipun saya masih gundah gulana karena belum mau mendengar kata hati. *menangis*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar