Senin, 11 Juli 2011

KENYAMANAN DAN EGOISME

Gara-gara pagi tadi mendengar ada yang salah dalam “berinteraksi” dengan mahluk sosial lain yang namanya manusia, timbul pertanyaan di saya. Apa sih yang membuat kita nyaman, dan apakah nyaman versi kita juga diterima orang lain. Begitu sebaliknya suatu hal membuat nyaman di orang lain, ternyata begitu memuakkan kenyamanan itu kita terima. Kondisi ideal mana kenyamanan itu? Tepatkah bahwa definisi kenyamanan itu masuk dalam ranah relativitas? Asli, masih kuuueeeseeell sayanya. Orang gak tau diri atau apa ya.., tapi balik lagi ke tadi. Mungkin emang hal tersebut  membuat orang itu nyaman, dan mungkin saya tidak sama dalam menterjemahkan kenyamanan itu. Mareeee…..

OK…., pertama kita bertanya kepada diri sendiri dulu apa yang membuat kita nyaman!  Contoh kita membeli kursi atau yang paling gampang sepatu deh. Kira-kira apa yang kita cari jawaban pertama kali saat mencoba? Pas ukurannya-kah, terus kalau sudah pas, nyaman-kah? Perlu jawaban khan? Kira-kira bertanyanya ke siapa? Diri sendiri tho. Terus biasanya pertanyaan itu berhubungan dengan indra mana? Pertama dirasa oleh kaki, terus decision maker-nya sopo? Yang menyatakan bahwa sepatu itu nyaman, tentunya otak yang menyangkut pikiran dan sugesti. Lho iyaa.. sugesti, nanti akan tau deh kenapa hal tersebut bisa mempengaruhi. Ok, balik lagi ke sepatu tadi..  Kalau yaa,  ini kalau. Ternyata ukuran sepatu pas tetapi tidak nyaman dipakai. Karena kita kepengen banget sepatu itu dan modelnya menjadi trend saat ini apa yang akan kita lakukan? Hahahaha… akhirnya deal dengan otak tho? Otak mengatakan tidak nyaman, tetapi sinyal ketidaknyamanan itu “ditipu” oleh hal didikan otak juga yaitu SUGESTI! Sepatu tidak nyaman tetapi kita digiring TERUS oleh sugesti kita bahwa sepatu itu “nyaman” dipakai! Pertama pasti berontak itu kaki, tetapi coba setelah sugesti tersebut berhasil menguasai, apa yang kita dapat? KENYAMANAN! Akhirnya sepatu itu nyaman dipakai!

Jadi jelas segala hal yang kita lakukan ataupun segala hal yang kita pilih pasti berada di 2 daerah. Daerah tidak nyaman atau daerah nyaman. Biasa, kalau ada lebih dari satu keadaan, pasti ada daerah perantara. Daerah dimana kita mau masuk daerah nyaman atau tidak nyaman. Untuk masuk di daerah mana, kita harus deal dengan pikiran dan sugesti kita, alias didikan otak!  Kalau tidak deal, dah pasti sampai umur dikandung, kita akan selalu merasa tidak nyaman! Tetapi kalau kita bisa deal, daerah nyaman-lah kita tinggal. Sederhana tetapi tidak sederhana! Bingung khan? Sederhana karena kita tinggal deal dengan otak, tidak sederhana karena kita butuh perjuangan yang luar biasa hanya untuk sekedar deal dengan sugesti/otak. Siapa yang mau tersiksa dengan kondisi sepatu tidak nyaman (high heel misalnya), tetapi berapa banyak perempuan yang memakainya? DEAL, karena itu trend dan kita mensugestikan bahwa sepatu itu nyaman, dari sugesti tersebut jadi “terbiasa” menggunakan sepatu high heel yang sebenarnya tidak nyaman. Kebiasaan, kebiasaan-lah yang mendorong kita masuk ke daerah nyaman dari daerah tidak nyaman.  Contoh lagi kita yang cowok, siapa yang mengatakan nyaman pakai celana jeans ketat, jaket kulit dipakai di siang bolong? Tapi lihat dulu, karena  pakaian itu dipakai Jagger atau bintang metal lainnya, saya nyaman-nyaman saja memakai. Karena? Ya itu tadi, deal dengan sugesti!

Lalu apa hubunganya dengan keluhan saya di atas? Toh kenyamanan ternyata memang tidak sama diterjemahkan untuk masing-masing orang. Apalagi Dod? Hehehe… ya gini saja, mosok sugesti untuk mencari kenyamanan itu mengganggu perjuangan orang lain untuk mencari kenyamanan? Mbulet! Lha memang mbulet kalau kembuletan itu tidak diurai menjadi tidak mbulet. Hahaha… tambah mbulet!
Begini, apa gunanya kenyamanan itu apabila tidak membuat orang lain nyaman juga? Ujung-ujungnya khan egois, iya EGOIS!  COntoh lagi… (biarin lah contoh mulu), sepasang kekasih atau sepasang suami istri. Langgengkah hubungan itu kalau masih-masing “membela” kenyamanan versi dewek! Si cewek menuntut sang cowok harus menemani setiap kemana saja mau pergi, karena nyaman untuk si cewek. Tetapi buat cowok-nya? Nyamankah? Si Suami selalu nikah lagi nikah lagi atau pacaran lagi pacaran lagi, karena memang membuat suami nyaman yang RRRUUUUAAARRRRR BIASA! Tetapi nyamankah buat istri? Mudah kale menjawabnya..  Dan suatu hal yang sangat bodoh apabila kondisi tersebut dianalogikan dengan membeli sepatu tadi. Bodoh untuk mensugestikan gak apa-apa karena saya terlalu cinta akan mengantar kemanapun si cewek pergi. Suatu hal yang sangat bodoh pula apabila seorang istri mensugestikan bahwa ‘dimadu” itu enak.  Maaf saya suka poligami, tetapi saat ini saya masih tidak enak hati untuk membiarkan sugesti Yayang saya yang terus menerus “di-didik” sugesti bahwa dimadu itu enak. Kalau madu-nya dah pasti enak, berguna lagi. Coba.. kalau sudah begitu, apa arti sebuah kenyamanan? Nah yang saya gugat tadi itu, apa artinya suatu kondisi yang “hanya” membuat nyaman segelintir orang? Buat apa mengorbankan kenyamanan orang lain? Apalagi kita sudah mengorbankan kenyamanan untuk orang tersebut, ternyata orang yang saya korbanin itu “ndableg” gak tau diri!  Saya piker, OK-lah saya korbankan kenyamanan saya, siapa tau orang tersebut bisa belajar bahwa kenyamanan itu hak orang lain juga. Naah….tidak sederhana khan.Ternyata orang itu memang pantas hidup di Hutan! MONYET!

Sepertinya mari sama-sama kita sugestikan lagi bahwa  ciptakan kenyamanan secara umum, artinya bukan nyaman untuk dewek! Meskipun kenyamanan itu hak segala bangsa eh.. kok malah ke pembukaan UUD 45, bahwa memang kenyamanan itu adalah hak setipa orang, tetapi harus ingat tho dan jangan mengelak, kita ini mahluk sosial lho. Mahluk yang bermasyarakat, mahluk yang berkoloni! Kecuali mau hidup sendirian sono di hutan! Kalau mau mendewakan kenyamanan versi dewek. Dan sekali lagi, kenyamanan itu tidak dicari saudara-saudara, tetapi diciptakan! Mari kita ciptakan kenyamanan! Bersama-sama! Sugestikan terus pertanyaan ini,”SIAPA ORANG YANG BISA DIAJAK MENCIPTAKAN KENYAMANAN?”. Dan hindari sugesti pertanyaan ,”siapa yang bisa membuat saya nyaman?. Ya, belajar sedikit-sedikitlah tidak EGOIS!


Merak, 11 July 2011
Dodi SUprapto
(Yang masih kesel sama orang yang EGOIS!)

2 komentar:

  1. Keselnya aja nulis begini banyak....apalagi kalo ga kesel ya.......hehe....

    BalasHapus
  2. Pengen biki Novel Dokumenter! Hahaha...

    BalasHapus