Senin, 03 Oktober 2011

Dua Insan

Semburat matahari pagi meliuk menembus sela daun jambu. Seakan beriringan nafsu tuk segera jatuh dan menghangatkan pipi seorang ibu muda yang sedang masgul duduk di teras rumahnya. Namun cahaya kuning indah itu tak mampu menghangatkan untuk sekedar menarik sobekan tipis bibir indah dengan tahi lalat dibawahnya, membentuk garis senyum. Bibir itu kelu dan semakin tenggelam kedalam, menekuk sendu. Bola mata yang biasanya bening seperti embun pagi dan memancarkan binar kemudaan, terlihat basah dan membiarkan kristal itu terkumpul di pojoknya. Alis tebal indah seakan enggan menari-nari diatas-nya, seolah tahu kegundahan pemilik-nya. Alis itu lunglai dan mendekat lembut ke pelupuk mata, ikut menyelimuti  indah-nya bola mata yang sedang gundah.

Ibu muda itu sontak berdiri saat mendengar suara klakson yang membuyarkan ketertenggelamannya. Kegundahan itu sementara berubah jadi gerutuan  begitu klakson itu menyalak lebih keras  untuk kedua kalinya. Sambil membuka pintu dan belum juga lekukan bulat indah di bagian belakang tubuhnya menyentuh jok mobil, keluar  kata-kata,” Sabar sih! Tidak usah diklaksonpun saya sudah tahu kalau pak Jono datang! Gak enak sama tetangga tau..!” sambil menghempaskan dengan keras bulatan indah itu ke jok mobil. Tanpa menghiraukan mata kekaguman seorang lelaki yang duduk di bangku belakang. Apalagi memperdulikan terpana-nya lelaki itu akan keindahan tubuh yang dibalut kemeja ungu berpadu dengan jins dan sepatu kasual. Lelaki itu hanya mendesah pelan saat tidak terdengar sedikitpun kata “selamat pagi”. Dan lelaki itu hanya mampu untuk meneruskan kekaguman silhouette sepasang mata indah lewat pantulan cermin yang terpasang di penahan cahaya matahari.

Sopir jemputan itu seakan tidak mendengar gerutuan itu. Malah dalam hati mengguman,” Biasanya juga lelet! Kalau tidak diklakson lama keluarnya! Mondar mandir tidak karuan. Kasih uang belanja ke pembantunyalah, bercanda dulu sama anaknyalah, kadang sudah keluar rumah masuk lagilah karena ada yang tertinggal! Seharusnya itu semua bisa disiapin sebelumnya., ini mobil sudah datang, baru grubyak-grubyuk!.

Rasa kesal kepada sopir jemputan itu tetap tidak bisa mengalahkan kegalauan hatinya. Pun  saat dengan kasar pak Jono melibas polisi tidur (garis kejut) komplek tanpa sedikitpun menginjak rem , sampai mobil terasa terbang dan berdentam dengan keras. Pikirannya masih menerawang sehari yang lalu saat mengantar papa ke bangunan putih yang sangat dia benci, Rumah Sakit!

Menari dalam ingatan, wajah papanya yang pucat dan bengkak. Aliran hangat tangan saat dicium, seakan terbendung aliran dingin dari tubuhnya. Kegagahan wajah semakin tunduk kepada kerutan lelah akan hidup ini. Masih belum hilang dalam ratapnya saat tubuh lelaki gagah dalam hidupnya lunglai tak berdaya di bangsal rumah sakit.  Ratap hampir putus asa dari sosok anak terhadap papanya.
“Papa, bangun papa. Bukankah kau sudah berjanji akan menggendong cucu-mu sampai tangan-mu tak kuasa? Bukankah papa sudah janji menemani-ku untuk menjemput cucu-cucu yang akan keluar dari rahimku? Bangun papa, bangun! Aku rindu usapan tangan lembut-mu sambil dari bibir-mu keluar pujian kepadaku bahwa aku bidadari yang terbungkus wangi melati. Aku rindu pujian itu papa, aku rindu.”

“Ya Allah, aku tahu Kau Maha Perkasa,  aku tahu Kau maha Berkehendak, aku tahu aku hanya hamba-Mu Ya Allah. Tapi aku sedikit meminta Maha Pengasih-Mu, Maha Pengampun-mu untuk memberi kesempatan kepada papa-ku. Aku Mohon kepadamu Ya Allah, percikkan nikmat sehat itu kepada papa-ku. Aku masih sangat rindu janji papa Ya Allah, aku masih rindu..” 

Semakin gundah wajah ibu muda itu mengingat dan bagaimana hampir frustasinya, saat beribu-ribu selang berebutan untuk dipasang di tubuh lemah itu. Allahu Akbar! Papa harus transfusi darah!  Tidak sanggup lagi ibu muda untuk menolak ingatan itu menari-nari di otak-nya, sambil menutup wajah ayu itu dengan kedua tangannya. “Ingin rasanya turun dari mobil dan segera lari dan membenamkan diri di empuknya kasur. Tapi, aku sudah dewasa. Aku sudah menjadi ibu dan aku harus sabar dan tabah menghadapi ujian hidup ini. Harus..harus…”, perang ibu muda itu dengan kata hati yang membisikkan ketegaran dengan perasaan sebagai seorang anak yang tak berdaya.

Nampaknya perubahan itu tak luput dari perhatian lelaki yang duduk di bangku belakang. Bagaimana dia menahan butiran kristal itu tidak jatuh saat lelaki yang duduk di bangku belakang secara tiba-tiba bersimpati menanyakan kondisi papa-nya. Dengan gagap ibu muda itu menengok. Dalam hati ibu muda itu berguman,” Kenapa bapak menanyakan itu? Justru hal tersebut yang saat ini ingin saya buang jauh-jauh”.  

Tetapi dijawab juga pertanyaan itu,” Masih di rumah sakit,pak. Malah hasil lab-nya jelek sekali”. Sambil sekuat tenaga menahan kembali butiran kristal itu tidak jatuh.  Lelaki itu tampak mahfum, ketika melihat butiran bening di pojok ibu muda itu sudah tak sabar ingin jatuh ke bumi. Dan tidak meneruskan kembali pertanyaan-nya.

Sepertinya lelaki itu memahami perasaan ibu muda itu, karena apa yang dihadapi hampir sama situasinya dengan apa yang pernah dihadapinya. Bagaimana kesabaran dan ketabahan diaduk-aduk dalam menghadapi dan menemani orang tua yang sedang berjuang melawan penyakit yang menggerogoti!

Tampak mata lelaki itu menerawang jauh dan terlihat butiran bening malu-malu berkumpul di sudut matanya!  Berkelebat peristiwa hampir dua tahun silam, saat lelaki itu harus melepas bundanya rontok ke pangkuan bumi! Bagaimana tak kuasa-nya lelaki itu menahan ketegaran semu yang dia pertahankan. Ketegaran itu tumbang! Padahal ketegaran itu sudah dipertahankan secara semu bertahun tahun! Rasa marah kepada bunda-nya, rasa durjana kepada bapaknya, bercampur dengan kehilangan identitas dan arah karena harus menerima konsekuensi perceraian mereka! Ketegaran yang menafikkan rasa rindu kepada ibunya, adik-adiknya apalagi kepada bapaknya. Bara itu dengan sadis dipadamkan! Ketegaran semu itu sukses dipertahankan bertahun-tahun, dan membentuk lelaki itu pribadi yang angkuh, tapi rapuh!

Ketegaran semu itu diuji saat melihat bunda-nya tergolek layu dengan sisa tenaga terakhir mempertahankan kelekatan di raga-nya, lelaki itu tak berdaya! Ginjal yang sudah rusak akibat komplikasi diabetes, berusaha dengan sekuat tenaga hampir 2 tahun menahan sukma bunda melekat di raganya. Berapa biaya yang susah payah dikumpulkan secara patungan oleh anak-anaknya terampas untuk membantu bundanya bertahan. Tetapi akhirnya bunda-nya rontok tanpa sedikitpun lelaki itu sempat tuk hanya sekedar memegang sebelum jatuh ke bumi! Bahkan tidak sempat mengantar ke pelukan bumi!  

Butiran bening di sudut mata lelaki itu tak terbendung, tumpah tanpa sedikitpun diketahui ibu muda yang duduk di bangku depan, yang masih menerawang dan tenggelam dalam kekosongan.  Sambil mengusap butiran bening di sudut matanya, lelaki itu berguman, ” Semoga bunda tetap mengeluarkan bau harum dari bumi. Aku selalu menyayangimu dan mendoakan-mu…selalu”.  Terlintas penyesalan itu semakin jelas, bara yang sudah menyala, baru saja dinikmati lelaki itu 3 tahun sebelum ibunya meninggal! Padahal usianya kini sudah menginjak paruh baya. Tak terbayangkan bagaimana perjuangannya dalam memadamkan bara rindu itu selama hidupnya. Selagi belum puas mereguk, ibunya telah berpulang………
Dengan mengarahkan pandangan ke ibu muda yang memunggunginya, bibir lelaki itu bergetar menggumankan dalam hati doa dan semangat kepada ibu muda  yang memang akhir-akhir ini “menghantui” lorong hati lelaki itu.

”Yang sabar melati, tebarkan terus wangi sayang-mu, semoga itu membantu penyembuhan papa tercinta-mu. Tularkan terus semangat menggapai janji papamu, supaya janji itu dengan indah dibayar papa-mu saat mungkin akan lahir cucu-cucu hasil buah cinta-mu dengan kekasihmu sekaligus teman hidupmu, suami-mu tersayang.  Jangan sampai penyesalan yang kualami menimpamu. Gapailah kesempatan itu selagi masih ada. Terus gapai..terus gapai…dan terus gapai sekuat tenagamu. Amin..amin  YRA”

Keluruhan pikiran ibu muda dan lelaki itu sempat buyar dengan suara menggelegar pak Jono, “DASAR GOBLOK! Nyalip dari sebelah kiri!’ Sambil menggoyangkan setir kearah kiri untuk menghalangi pengendara motor yang berusaha menyalip dari sebelah kiri. Sampai spion hampir menyentuh pengendara motor yang sudah terlanjur masuk. Ibu muda dan lelaki itu hanya menengok sekilas, bukan kearah pengendara motor, tapi kearah pak Jono!  Mendengus pelan sambil mengembalikan pandangan kearah depan menahan rasa kesal kepada bapak Jono! Umur sudah uzur, tetapi kadang kelakuan semakin membuat kesal orang. Apa salahnya menyalip dari sebelah kiri kalau keadaan lagi macet? Toh masih ada ruang untuk motor, kenapa harus sewot? Tidak ingatkah pak Jono dengan beringas menyalip dari bahu jalan tol saat terbakar panas disalip mobil lain? Tahu dirilah, segala sesuatu akan kita alami juga.

Mobil buatan Jepang yang mengantarkan kedua insan itu akhirnya tiba di gerbang tempat keduanya mengais madu kehidupan. Sapaan hangat security, masih tak mampu membuyarkan keluruhan pikiran dua insan itu. Entah kecamuk apa yang ada……

Kramatwatu Serang, 2 Oktober 2011
nDods

Selasa, 27 September 2011

HORENSO (Houkoku, Renraku, Soudan)

HORENSO! Bosen! Hahaha… ya resiko kerja di perusahaan Jepang. Semua kesalahan yang pernah dilakukan, hal pertama yang ditanya. HORENSO-nya bagaimana? Bla..bla..bla..  Atau pagi-pagi sudah ada teriakan nyaring… DODI SAN! Kenapa tidak HORENSO! Cabe dweeeh… Tiap detik, tiap menit dan selama nafas masih ada di perusahaan Jepang, siap-siaplah menjadi menu sehari-hari. Yang kadangkala menjadi hal yang lebay!

Tapi itu lah kenyataan-nya. Hal yang dianggap lebay oleh kita, menjadi kekuatan yang menakutkan Negara Jepang untuk menjadi penguasa atas imperialism modern (baca: kekuatan ekonomi). Padahal hampir setengah abad lalu luluh lantak oleh bom atom! Tapi bangsa Jepang segera bangkit bahkan sekarang mampu menelikung pengebom-nya dalam kekuatan ekonomi, yaitu Amerika. Menjadi negara yang hampir tidak mempunyai utang luar negeri! Bahkan menjadi negara “pendonor” financial bagi negara-negara lain. Padahal, banya sekali kekurangan negara itu. Dar sumber alam yang hampir tidak ada, semua kebutuhan energy diimpor, sampai letak geografis-nya sendiri yang mengakrabkan Jepang dengan bencana alam!

Salah satu dari “keajaiban” budaya dari orang Jepang adalah HORENSO!  Disamping etos kerja yang sangat tinggi diiringi semangat KAIZEN dan prinsip 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu dan shitsuke). Hal tersebut sangat melekat dalam diri orang Jepang dalam berorganisasi, terutama untuk diterapkan di perusahaan-perusahaan yang kemudian menjadi raksasa industry dunia. Dan kalau diperhatikan budaya kerja orang Jepang dari HORENSO sampai 5S adalah kerja kelompok! Etika orang Jepang itu, tujuan utamanya membentuk hubungan baik di dalam komunitas. Kebesaran komunitas bergantung pada situasi dan zaman. Negara, desa, keluarga, perusahaan, pabrik, kantor, sekolah, partai, kelompok agama, tim sepak bola dll, bentuknya apapun, orang Jepang mementingkan komunitas termasuk diri sendiri. Sesudah Restorasi Meiji, pemerintah Meiji sangat menekankan kesetiaan pada negara. Sesudah perang dunia kedua, objek kesetiaan orang Jepang beralih pada perusahaan! Dan perhatikan lagi dalam perkenalan-perkenalan dengan orang Jepang, atau pelajaran bahasa Jepang dalam perkenalan. Pasti menonjolkan komunitas daripada diri sendiri, dalam hal ini perusahaan! Contoh: Perkenalkan saya Dodi karyawan Sankyu! Dan maaf, sangat berbeda dengan karakter kita yang lebih menonjolkan “trah” atau diri sendiri!

Terlalu panjang kalau membahas keunikan budaya Jepang. Kembali lagi ke HORENSO. HORENSO adalah akronim dari bahasa Jepang, yaitu HOKOKU, RENRAKU dan SOUDAN atau kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah MELAPOR, MENGINFORMASIKAN dan MENGKONSULTASIKAN atau DISKUSI.

Tujuan HORENSO sendiri adalah untuk menciptakan segala informasi tersampaikan dengan cepat dan benar. Dan yang paling utama adalah proses dan progress dari setiap aktivitas bisa diketahui oleh banyak orang! Dalam hal ini setiap ordinat dari suatu organisasi! Tidak terlewatkan tanpa kecuali. Karena dari informasi yang benar itu bisa melakukan SOUDAN/DISKUSI apabila dalam proses itu ditemui permasalahan. Disini factor “kejujuran” sangat penting dalam elemen HORENSO.  Jadi jangan heran kalau bekerja di perusahaan Jepang teriakan nyaring di pagi hari akan terdengat kalau masalah HORENSO tidak benar! Karena menjadi malu dan tabu yang luar biasa kalau mereka kumpul, dari obrolan itu ada informasi mengenai organisasinya yang mereka sampai tidak mengetahui! Mengapa penting bagi mereka? Sangat penting! Karena feedback maupun saran yang sangat mereka butuhkan! Karena roh dari orang Jepang itu sendiri yang sudah terbiasa dengan kelompok! Jadi mana bisa SOUDAN/DISKUSI kalau informasinya sendiri tidak tersampaikan dengan benar?

HOUKOKU
HOUKOKU atau MELAPORKAN adalah proses pemberian laporan kepada superior tentang segala sesuatu yang harus dilaporkan. Dan Houkoku adalah “wajib” bagi mereka dalam organisasi. Tentunya laporan yang perlu dilaporkan! Yang tidak perlu, janganlah. Artinya dalam ber-houkoku adalah melaporkan kemajuan aktivitas regular atau tugas. Apalagi kalau ada masalah dalam aktivitas itu, kecepatan laporan adalah hal utama!
3 aspek utama dalam melakukan Houkoku (Melaporkan), yaitu fakta, metode dan tujuan. Apa fakta dari suatu aktivitas, kenapa harus dilakukan demikian dengan metode atau teknik untuk mencapai suatu tujuan. Prinsip 5W+2H (what, who, when, where, why, how) dan TPO (time, place, organization) harus secara tepat dan “jujur” disampaikan. Karena berbudaya progress oriented, kalau mau car-muk (cari muka) kepada atasan orang Jepang, laporkan sedetail detailnya dengan aspek 5W+2H progress dari suatu aktivitas! Saya berani jamin, sebentar lagi anda akan di-flag sama sebagai “orang pintar”! Daripada anda melaporkan hasil yang meskipun bagus, tetapi atasan Jepang tersebut tidak mengetahui progress-nya! Sangat berbeda dengan budaya barat (Amerika?) yang lebih result oriented.

RENRAKU
RENRAKU atau MENGINFORMASIKAN adalah informasi yang dari atau ke departemen lain. Atau informasi lintas departemen mengenai aktivitas yang dijalani. Karena dengan diketahui-nya progress dari suatu aktivitas oleh departemen lain, diharapkan masukan atau ide tambahan bisa di sumbangkan oleh departemen lain itu. Sedangkan di internal departemen terutama dalam system hierarchy organisasi RENRAKU adalah proses pemberian informasi kepada subordinat-nya. Banyak kasus tugas yang diberikan tidak sesuai dalam pengerjaan-nya bukan karena kemampuan subordinat-nya, tetapi ketidak jelasan informasi dari atasannya! Prinsip 5W+2H tetap harus digunakan

SOUDAN
SOUDAN atau MENDISKUSIKAN adalah proses konsultasi atau diskusi dari suatu aktivitas. Terutama kalau ada masalah dalam proses itu. Kesalahan, bahkan yang masih berpotensi salah, diminta untuk sering berkonsultasi! Sebelum begitu memahami SOUDAN, saya suka eneg kalau kita mencoba mendiskusikan sesuatu, bukannya kasih solusi, tetapi malah membalikkan pertanyaan itu ke kita. Saya pikir, lha opo kerjomu? Masak Cuma duduk doang? Kesan-nya tidak punya ide! Ternyata, mereka melatih kita untuk selalu siap mempunyai ide, meskipun itu sangat basic kepada suatu permasalahan! Memang kalau disimak SOUDAN adalah DISKUSI! Bukan hanya sekedar bertanya! Jadi tambah pintar khan? Terus jangan lupa konfirmasi ulang ide atau saran yang telah didiskusikan. Karena mencatat adalah juga budaya orang Jepang!

Itulah, kadangkala kita menyebut lebay! Kita berpikir, kenapa sih mereka (direktur sekalipun!) masih sempet-sempetnya mikirin hal kecil ini? Bukankah akan lebih baik mereka yang secara nyata duduk di posisi atas  memikirkan hal-hal yang lebih luas jangkauannya? Tetapi itulah kenyataanya! Dari hal yang lebay bisa menjadi senjata yang mamatikan!

HORENSO! Semua tetap berpulang kepada kita, kalau menganggap itu lebay, ya jangan bekerja di perusahaan Jepang! Karena meskipun anda pintar sampai ujung langit-pun, kalau tidak pandai ber-HORENSO apalagi lebih menonjolkan kepintaran individu. Siap-siap lah mencari perusahaan lain! 

HORENSO bagi budaya Jepang adalah kunci sukses dalam berkarir, karena HORENSO adalah wujud dari KOMUNIKASI yang baik. KOMUNIKASI yang baik adalah hal penting dalam suatu group atau komunitas yang notabene identik dengan budaya Jepang. Dan anggapan manusia itu tidak ada yang bodoh! MAnusia diibaratkan intan, semakin diasah, semakin berharga! Siap dengan LEBAY…eh HORENSO? 

Merak, 23 September 2011
Dodi Suprapto

Nama-mu GIGIH IRING BUMI, panggilan sayang-mu IGI

24 September 2003, Hari Rabu Pon bulan Rajab jam 23:05 di rumah sakit Karya Husada Cikampek, kamu dengan malas lahir ke dunia ini. Mungkin kamu enggan meninggalkan para malaikat dan nyaman-nya dunia-mu yang berisi air kasih sayang tiada henti. Mungkin kamu enggan tuk melepas tali rohani-mu dengan ibu-mu. Atau mungkin kamu "takut" untuk  memasuki dunia yang penuh sandiwara, penuh derita, penindasan dan kekejaman ini. Begitu malasnya, sampai tuk mengeluarkan-mu Bapak harus keluar biaya ekstra untuk membelah rahim ibumu. Tapi jangan khawatir anakku, itu sudah menjadi tanggung jawab-ku untuk membimbing dan mengantarkan-mu melewati jalan kehidupan ini, menuju akhir ke dunia yang baru kamu tinggalkan. Semoga jalan akhir itu, kita sama-sama menikmati "kembali" syurga yang pernah kita rasakan.

Mungkin kamu tidak mengetahui bagaimana resahnya Bapak menunggu hadirmu, khawatirnya Bapak dengan kondisi ibumu, dan sabarnya Bapak untuk menjaga mas-mu yang seperti tiada kehabisan energi lari kesana kemari, masuk ruangan yang satu ke ruangan yang lain di rumah sakit tempat lahir-mu, sampai ada suster yang tidak sabar menegur mas-mu dengan agak kasar!

Dan mungkin kamu tidak merasakan getaran hebat di hati Bapak-mu saat mas-mu bertanya ke Bapak,"Pak, ibu mati yaa..!" Seperti tersambar petir saat mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut kecil mas-mu. Dengan bibir bergetar, Bapak bicara,"Tidak nak, ibu lagi menjemput adik-mu. Seorang adik yang nanti akan menemani dalam main-mu". Dengan wajah lucu tapi memancarkan cahaya prihatin, mas-mu menjawab,"Hore! Ibu tidak mati! Hore! ada adik!" dan mas-mu melanjutkan membuang energy dengan lari kesana-kemari. Tinggal bapak-mu ini yang lemas menanti datang-mu di koridor rumah sakit yang sudah sepi!

Sayup-sayup Bapak dengar suara tangis. Dengan cemas bercampur rasa bahagia, aku tanya suster yang menggendong bayi keluar dari ruang operasi. Ternyata cemasku semakin menghebat tatkala Suster itu menjawab pertanyaan Bapak,"Maaf, ini bukan putra Bapak, Bapak Dodi Suprapto bukan?" Dengan pelan ku mengangguk dan perut ini semakin mules menahan rasa cemas-ku. Dengan lunglai aku kembali ke tempat duduk koridor, dan.. sendiri! 

Tidak tahu mas-mu dimana, karena Bapak sudah terpecah konsentrasi-nya. Dari kejauhan, tampak mas-mu yang berlari menuju Bapak dan bilang,"Pak, haus!" Aku keluarkan susu yang sudah bapak siapkan untuk mas-mu. Iya, mas-mu kuat sekali minum susu-nya, 800 gr x 5 dus mas-mu lahap tiap bulannya, itu mungkin yang menjadikan mas-mu seperti tiada kehabisan energi! Padahal mas-mu saat itu sudah 5 tahun, tapi minum susu-nya kuat sekali. Mudah-mudahan nanti mas-mu bisa melindungi-mu dengan energi-nya itu. Tentunya juga menyayangi-mu.

Tak berapa lama, datang seorang bapak lari tergopoh-gopoh menghampiri ruang operasi itu. Clingak-clinguk dan agak ragu untuk bertanya ke saya,"Minta maaf, apakah ini ruang operasi untuk ibu melahirkan?" Saya jawab,"Iya". Lanjut bapak itu lagi,"Apa sudah ada bayi yang lahir?" Saya jawab,"Sudah". Terus berapa pak?" Looh.., kok aneh pertanyaanya. Tapi belum terjawab perasaan aneh itu, bapak itu sudah melanjutkan bicara,"Iya, anak saya kembar pak. Tadi dikhabari oleh suster waktu perjalanan ke sini anak saya sudah lahir. Tapi gak jelas sudah lahir semua atau belum. Saya baru tiba dari Bandung. Maklumlah pak, saya baru sebulan dipindah kerja ke Bandung. Sore tadi saya dikhabari keluarga jam 8 masuk ruang operasi. Ibu saya juga sedang dalam perjalanan sekarang. Beginilah pak, perantauan. Tadi sudah ditemenin tetangga-tetangga, tapi saat tetangga pulang, diputuskan untuk masuk ruang operasi, karena riskan untuk melahirkan secara normal. Minta persetujuan juga lewat telpon..."
"Oh..! Hanya itu yang keluar dari mulut. Hampir sama kondisinya seperti saya, cuma kalau tadi sore saya hanya berniat untuk periksa karena memang sudah waktu-nya lahir tetapi belum ada tanda-tanda untuk lahir. Dan memang setelah diperiksa, ketuban sudah matang dan posisi-mu anakku sayang, melintang! Jadi untuk mengurangi resiko, harus cesar. Jadi saya praktis hanya dengan Ega mas-mu, berdua!.

Terdengar lagi dari ruang operasi itu suara tangis bayi. Karena sudah mengetahui, saya tidak antusias lagi. Saya yakin itu bukan suara tangis-mu. Benar saja, suster itu menjawab waktu ditanya sama bapak tadi,"Betul pak, ini adiknya. Alhamdulillah ibu-nya sehat-sehat saja". Bergegas bapak itu beriringan dengan suster menuju kemana, saya tidak tahu. Tinggal saya yang kembali lagi ke rasa cemas yang luar biasa.

Dan.... Whoooooaaaaa....! Whoooaaaa...! saya yakin itu tangis-mu. Bapak sudah siap di depan pintu ruang operasi untuk menyambut-mu. Tak lama, pintu terbuka dan..alhamdulillah.. Kamu begitu manis, begitu bersih! Pipi yang agak tembem, menambah lucu wajahmu. Dan kesempurnaan tubuhmu adalah anugrah terindah yang dititipkan Yang Maha Agung kepada bapak. Saking bahagianya, bapak sampai lupa akan mas-mu. Bergegas ku panggil mas-mu. EGA..! EGA..! wadduh.. kemana itu anak. Alhamdulillah, mas-mu dengan terengah-engah berlari ke bapak. dan kamu tidak mengetahui bagaimana girang-nya mas-mu, lonjak-lonjak-nya mas-mu ingin lihat wajah lucu-mu. Si Suster pembawa-mu sampai kewalahan melihat polah mas-mu. Dalam hati bapak, semoga suster itu sabar melihat tingkah mas-mu. Sampai kamu mungkin tidak mengerti, bagaimana kagum-ku dengan mas-mu akan "lucu-nya" wajah-mu. Sampai mas-mu bertanya,"Pak, adik Ega cewek ya..?. "Bukan, adek Ega cowok, khan bisa maen bola bareng nanti". "Oooh...", hanya itu yang keluar dari mulut kecil mas-mu.

Dan yang membuat bapak lega luar biasa, seperti kata mas-mu, "Ibu tidak mati nak!" Kata lugas dan nyata yang keluar dari mulut mas-mu. Ibu-mu, ibu mas-mu dan tentunya belahan jiwa bapak-mu masih dengan senyum, meskipun menahan perih saat mas-mu, bapak-mu beserta suster yang terus menerus mengagumi kelucuan-mu, dampingi ibu-mu inisiasi air kasih sayang-mu. Bibir-mu yang mungil menggapai-gapai lucu mencari puting indah ibu-mu. Alhamdulillah kamu bisa meraih-nya nak! Bisa kau reguk air indah ibumu masuk ke kerongkongan-mu. Air itu terus menemani-mu sampai kamu genap 2 tahun percis! Saat kamu protes di hari lahir-mu genap 2 tahun, bapak menjelaskan kamu harus berhenti minum air indahmu dari ibumu. Ngambeknya kamu saat bapak belikan susu yang persis diminum mas-mu. Tapi kamu memang anak baik, tidak sampai seminggu, kamu sudah menikmati susu yang juga diminum mas-mu. Bagaimana bahagianya bapak saat melihat dirimu dan mas-mu minum bareng-bareng susu yang selalu dibuatkan ibumu sambil tiduran. Maafkan bapak yang tidak pernah membuatkan susu-mu! Karena kamu, juga mas-mu tidak menyentuh sedikitpun susu "racikan" bapak! Sama persis seperti mas-mu protes,"Susu bikinan bapak tidak enak!" Maafkan bapak-mu sayang....

Sekarang kamu sudah 8 tahun, sudah besar dan sudah tebentuk watak dan sikapmu. Harapan bapak, aku besarkan kamu dengan toleransi, supaya nanti kamu menjadi pribadi yang penyabar. Aku tanamkan pujian, supaya nanti kamu selalu belajar untuk menghargai orang lain. Aku hindari suara cemoohan, supaya nanti kamu juga belajar tidak sombong dan menjadikan-mu rendah diri dengan cemoohan. Aku hindari celaan yang tidak wajar, supaya dalam hidup-mu kamu menjadi pribadi yang santun. Dan tentunya aku sebarkan kasih sayang Bapak-mu, Ibu-mu dan Mas-mu, supaya kamu menjadi pribadi yang menyenangkan, penyebar rasa kemanusiaan dan menjadi pribadi yang berpendirian.

Kamu beranjak besar "GIGIH IRING BUMI" yang bapak-mu, ibu-mu dan mas-mu memanggil-mu "IGI", sebuah nama yang menjadi doa bapak/ibu-mu dalam menemani kamu menelusuri jalan hidupmu.
Hari ini kamu genap berusia 8 tahun! Dan semoga saja si kembar teman-mu juga begitu. Genap 8 tahun dan tumbuh menjadi anak yang pintar, benar dan sehat. AMIN YRA

Perjalanan Hati
Kramatwatu, 24 September 2011
Bapakmu
Dodi Suprapto

Sabtu, 17 September 2011

Kejawen, Sinkretisme Keyakinan

Jangan ngamuk dulu, jangan langsung menghakimi dan jangan langsung mendefinisikan. Ya siapa tahu dan sebagai orang Jawa, mengetahui kasanah budaya sendiri merupakan suatu yang wajar. Mengetahui lain dengan melakukan bahkan sangat berbeda dengan mengamalkan. Mengetahui adalah hal yang tidak harus dilakukan atau diamalkan! Tetapi dengan mengetahui, bisa menjadi modal untuk bisa memilih! Dan tidak asal pilih! Ngawur dalam pemahaman, sehingga kadang dalam menyampaikan suatu kebenaran, menjadi hal yang ngawur! Saling bunuh, saling bom! Apakah itu cara menyampaikan suatu kebenaran?
Disamping itu, rasanya malu juga kalau kita sebagai orang Jawa tidak mengetahui agama atau maaf kalau kata “agama” kurang tepat, boleh saya katakan Kejawen adalah suatu keyakinan asli akan hal yang Maha. Maha Kuasa, Maha Pandai dan sebagainya. Kejawen adalah sebuah kepercayaan terutama sebagian besar dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Penamaan “kejawen” bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari kepercayaan lokal Indonesia atau lebih dikenal “Agami Jawi” kata anthropolog Clifford Geertz.
Kejawen unik dalam pengamalannya.  Tidak bisa memposisikan secara gamblang apakah masuk ke ajaran monoteistik seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah lelaku yang sebelumnya didahului dengan ritual-ritual tertentu (mandi keramas, mandi kembang, dll). Lelaku boleh dibilang seperti “ibadah”.
Karena tidak gamblang dan lebih mengedepankan konsep “keseimbangan”, Kejawen bisa sangat luwes menerima bahkan mengamalkan hal-hal yang diamalkan agama-agama besar bahkan keyakinan-keyakinan lain yang ada! Sejalan keyakinan atau agama lain itu bisa menambah kuatnya konsep “keseimbangan”, tidak ada istilah haram bagi pengikut Kejawen untuk melaksanakan ritual atau ibadah keyakinan atau agama lain, bahkan diadopsi atau bahasa keren-nya sinkretisme. Sinkretisme adalah suatu upaya untuk penyesuaian pertentangan perbedaan kepercayaan, sementara sering dalam praktik berbagai aliran berpikir. Istilah ini bisa mengacu kepada upaya untuk bergabung dan melakukan sebuah analogi atas beberapa ciri-ciri tradisi, terutama dalam teologi dan mitologi agama, dan dengan demikian menegaskan sebuah kesatuan pendekatan yang melandasi memungkinkan untuk berlaku inklusif pada agama lain. Itulah Kejawen, sinkretik terhadap ajaran lain.
Tidak ada konsep perluasan ajaran dalam Kejawen, tetapi lebih pada pembinaan diri dari penganutnya. Penghormatan akan alam, penghormatan akan manusia, bahkan penghormatan ke semua mahluk termasuk yang ghaib, adalah proses dari konsep “keseimbangan” itu. Sehingga dalam pengamatan saya, wajah tulus, pancaran kesabaran dan penghargaan yang tinggi akan sesama manusia terpancar dengan jelas dari pengikut Kejawen. Yang paling menonjol adalah cahaya kesabaran dan kelembutan! Membunuh binatang saja sangat dihindari, apalagi membunuh manusia! Konsep keseimbangan hidup, mirip mirip lah dengan ajaran Konfusianisme atau Taoisme
Simbol-simbol “lelaku” biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang termasuk penghayat kejawen sendiri yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktek supranatural.
Ikhtiar ini harus dilihat secara murni sebagai satu upaya untuk meningkatkan derajat ilmu dimana dengan laku prihatin yang mampu mempengaruhi jiwa akan membuat seseorang menjadi lebih arif dalam mengendalikan emosi, mengurangi nafsu serta memaksimalkan energi yang telah/akan dikuasainya, sehingga tubuh menjadi lebih peka terhadap sesuatu baik berupa getaran atau makna yang tersirat amat halus sekalipun, laku ini bisa disesuaikan dengan hasrat yang muncul didalam hati. Mungkin ketika kita mencoba suatu langkah, kita tidak akan tahu maknanya, namun setelah selesai barulah kita tahu hikmahnya. Beberapa laku atau lelaku antara lain:

- MUTIH.

Dalam menjalani laku ini seorang harus mampu menahan lapar dan dahaga pada siang hari, dan ketika malam tiba atau pagi sebelum mulai nampak sinar matahari hanya diperbolehkan makan makanan yang serba putih. Seperti. Air putih, Nasi putih. Dalam kondisi demikian tubuh menjadi lemas dan perasaan raga kita semakin ringan, hingga bisa dikatakan tekanan energi dalam tubuh setara dengan energy gelombang jin sehingga wajar mereka yang mutih terkadang bisa melihat jin tanpa disadarinya. orang yang menjalani mutih otomatis nafsu syahwatnya menurun.

- NGERUH.

Dalam tahap ini seseorang tidak boleh makan segala jenis makanan yang bernyawa, sebab apapun yang memiliki nyawa mengandung nafsu sehingga apabila dimakan akan mempengaruhi meningkatkan nafsu pemakannya. Tujuan ngeruh adalah menghilangkan nafsu, makanan yang tidak boleh dimakan selama ngeruh misalnya...
-Daging segala macam hewan.
-Telur.
-Ikan laut atau tawar.
-Bahan makanan yang mengandung daging.

- NGEBLENG.

Adalah menghentikan segala macam kebiasaan demi mencapai tingkat perenungan yang tinggi, pelaku dari tahapan yang cukup berat ini harus berpantang..
-Makan. -Minum. - Tidur. - Keluar Rumah. - Bersenggama. -Menyalakan Api.
Namun jika mereka yang belum mampu sebaiknya laku ini disesuaikan dengan kondisi fisik, sebab hitungan laku batin tidak hanya disesuaikan dengan ukuran phikis saja tetapi juga pisik.
 - JEJEG.
Jejeg bisa diartikan mempunyai makna LURUS/ tegak. Lurus disini bermaksud sebagai penggambaran agar manusia yang menjalani laku ini bisa menjadi manusia yang lurus lahir batinnya. pada tahapan ini pelaku tidak diperbolehkan menekuk kakinya sepanjang hari kecuali saat buang hajat atau shalat.
 - LELANA.
 Lelaku ini dijalani dengan berjalan kaki mulai matahari terbenam hingga terbit matahari, selama dalam perjalanan dianjurkan mengolah jiwa atau selalu intropeksi diri. Selama laku lelana kemungkinan akan menemui hal hal yang sangat jauh dari jangkauan akal/ghaib. sehingga bisa diharapkan akan menambah kekayaan/pengalaman batin.
 - PATIGENI
Puasa Patigeni hampir sama dengan puasa Ngebleng. Perbedaanya ialah tidak boleh keluar kamar dengan alasan apapun, tidak boleh tidur sama sekali. Biasanya puasa ini dilakukan sehari semalam, ada juga yang melakukannya 3 hari, 7 hari dan hitungan ganjil seterusnya. Jika seseorang yang melakukan puasa Patigeni ingin buang air maka, harus dilakukan di dalam kamar.
Ini adalah mantra puasa patigeni : “Niat ingsun patigeni, amateni hawa panas ing badan ingsun, amateni genine napsu angkara murka krana Allah taala”.
- NGELOWONG.
Puasa ini lebih mudah dibanding puasa-puasa diatas Seseorang yang melakoni puasa Ngelowong dilarang makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hanya diperbolehkan tidur 3 jam saja dalam sehari semalam. Diperbolehkan keluar rumah.
- NGROWOT
Puasa ini adalah puasa yang lengkap dilakukan dari subuh sampai maghrib. Saat sahur seseorang yang melakukan puasa Ngrowot ini hanya boleh makan buah-buahan itu saja. Diperbolehkan untuk memakan buah lebih dari satu tetapi hanya boleh satu jenis yang sama, misalnya pisang 3 buah saja. Dalam puasa ini diperbolehkan untuk tidur.
- NGANYEP
Puasa ini adalah puasa yang hanya memperbolehkan memakan yang tidak ada rasanya. Hampir sama dengan Mutih , perbedaanya makanannya lebih beragam asal dengan ketentuan tidak mempunyai rasa.
- NGIDANG
Hanya diperbolehkan memakan dedaunan saja, dan air putih saja. Selain daripada itu tidak diperbolehkan.
- NGEPEL
Ngepel berarti satu kepal penuh. Puasa ini mengharuskan seseorang untuk memakan dalam sehari satu kepal nasi saja. Terkadang diperbolehkan sampai dua atau tiga kepal nasi sehari.
- NGASREP
Hanya diperbolehkan makan dan minum yang tidak ada rasanya, minumnya hanya diperbolehkan 3 kali saja sehari.
- SENIN-KAMIS
Puasa ini dilakukan hanya pada hari senin dan kamis saja seperti namanya. Puasa ini identik dengan agama Islam. Karena memang Rasulullah SAW menganjurkannya.
- WUNGON
Puasa ini adalah puasa pamungkas, tidak boleh makan, minum dan tidur selama 24 jam.
- KUNGKUM
Kungkum merupakan tapa yang sangat unik. Banyak para pelaku spiritual merasakan sensasi yang dahsyat dalam melakukan tapa ini. Tatacara tapa Kungkum adalah sebagai beikut :

Masuk kedalam air dengan tanpa pakaian selembar-pun dengan posisi bersila (duduk) didalam air dengan kedalaman air setinggi leher. Biasanya dilakukan dipertemuan dua buah sungai. Menghadap melawan arus air. Memilih tempat yang baik, arus tidak terlalu deras dan tidak terlalu banyak lumpur didasar sungai. Lingkungan harus sepi, usahakan tidak ada seorang manusiapun disana. Dilaksanakan mulai jam 12 malam (terkadang boleh dari jam 10 keatas) dan dilakukan lebih dari tiga jam (walau ada juga yang memperbolehkan pengikutnya kungkum hanya 15 menit). Tidak boleh tertidur selama Kungkum. Tidak boleh banyak bergerak. Sebelum masuk ke sungai disarankan untuk melakukan ritual pembersihan dengan mandi terlebih dahulu. Pada saat akan masuk air baca mantra ini :

Kungkum biasanya dilakukan selama 7 malam.
1Mandi keramas/jinabat untuk membersihkan diri dari segala macam kekotor. Menjaga hawa nafsu. Baca mantera lambung karang ini sebanyak 7 kali setelah shalat wajib 5 waktu, yaitu :
Cempla cempli gedhene.


“ Putih-putih mripatku Sayidina Kilir, Ireng-ireng mripatku Sunan Kali Jaga, Telenging mripatku Kanjeng Nabi Muhammad.”
Pada saat masuk air, mata harus tertutup dan tangan disilangkan di dada. Nafas teratur.
- NGALONG
Tapa ini juga begitu unik. Tapa ini dilakuakn dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.
-    NGELUWANG
Tapa Ngeluwang adalah tapa paling menakutkan bagi orang-orang awam dan membutuhkan keberanian yang sangat besar. Tapa Ngeluwang disebut-sebut sebagai cara untuk mendapatkan daya penglihatan gaib dan menghilangkan sesuatu. Tapa Ngeluwang adalah tapa dengan dikubur di suatu pekuburan atau tempat yang sangat sepi. Setelah seseorang selesai dari tapa ini, biasanya keluar dari kubur maka akan melihat hal-hal yang mengerikan, seperti jin. Sebelum masuk kekubur, disarankan baca mantra ini :
“ Niat ingsun Ngelowong, anutupi badan kang bolong siro mara siro mati, kang ganggu maang jiwa insun, lebur kaya dene banyu krana Allah Ta’ala.”
Dalam melakoni puasa-puasa diatas, bagi pemula sangatlah berat jika belum terbiasa. Oleh karena itu disini akan dibekali dengan ilmu lambung karang. Ilmu ini berfungsi untuk menahan lapar dan dahaga. Dengan kata lain ilmu ini dapat sangat membantu bagi orang-orang yang masih ragu-ragu dalam melakoni puasa-puasa diatas. Selain praktis dan mudah dipelajari, sebenarnya ilmu lambung karang ini berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang kebanyakan harus ditebus dengan puasa. Selain itu syarat atau cara mengamalkannyapun sangat mudah, yaitu :
“Bismillahirrahamanirrahim.
Wetengku saciplukan bajang.
Gorokanku sak dami aking.
Kapan ingsun nuruti budine.
Aluamah kudu amangan wareg.
Ngungakna mekkah madinah.
Wareg tanpa mangan.
Kapan ingsun nuruti budine.
Aluamah kudu angombe.
Ngungakna segara kidul.
Wareg tanpa angombe.
Laailahaillallah Muhammad Rasulullah”.
Sekali lagi itu khasanah yang sangat beragam yang ada di bumi pertiwi. Semua berpulang pada keyakinan individu akan pemahaman akan adanya kekuatan yang Maha Dasyat. Dimana kekuatan itu tidak akan pernah bisa dikalahkan. Kekuatan Illahi, Kekuatan yang Maha Mengatur. Kekuatan itu tidak akan pernah tidur, sehingga segala sesuatu tidak akan terhindar dari pengamatan Yang Maha Kuasa. Luruh dalam Ketertundukan-Nya.
Merak, 15 September 2011
Dodi Suprapto

Kamis, 08 September 2011

BOHONG!!!

Bagggguuuuuuuuuussssss…… bohong saja terus ya. Tak kandani yoo.., meskipun bohong atau mau berbohong, itu juga bisa menunjukkan tingkat kecerdasan dari orang yang berbohong itu! Lha ini kamu bohongnya seperti orang bodoh!! Tolol!!. Tak kasih tips untuk berbohong, harus survey dulu tempat atau hal yang akan dibuat untuk bohong! Waktunya, tempatnya dan apapun situasinya masih diterima oleh otak yang dibohongin! Utamanya, bohong itu harus direncana! Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa secara spontan langsung berbohong! Kalaupun ada, bukan kategori orang cerdas, tapi tolol!  Dan yang penting harus tahu yang dibohongin itu tolol atau pintar! Kalau tolol sih gak masalah, sama-sama tolol! Tapi kalau yang dibohongin itu, minimal tidak tolol, berarti kadar kebohongan anda selevel dengan kebohongan orang tolol!!. Dari waktu, tempat dan situasi gak nyambung blas dengan apa yang anda bohongkan ke saya kemaren! Sudah-lah.. saya mengerti dengan kebutuhan Anda. Silahkan dinikmati apa yang menjadi menurut anda hal itu nikmat.  Saya mengerti, dan mungkin kalau situasinya seperti anda, saya juga akan berbuat seperti itu, tapi mungkin agak lebih sedikit cerdas dan saya rencanakan!
Maaf, itu reaksi yang berlebihan karena dibohongi! Bohong, hal yang memang sangat sulit dipisahkan dari kita sebagai insan yang paling sempurna. Insan yang dianugrahi “spare part” yang sangat luar biasa dari sang Khalik, yaitu otak. Otak begitu pandai memanipulasi hal yang ada untuk tujuan melindungi, menghindar atau mendukung tindakan dari sang pemilik otak atau orang yang akan dilindungi, bahkan untuk “menghancurkan” orang lain.
Dan memang dalam hal tertentu, bohong sangat diperlukan. Kebohongan dimaksudkan mungkin untuk melindungi kepentingan, menghindari konflik bahkan untuk menghibur dan membesarkan hati seseorang. Dan yang utama dalam berbohong adalah meminimalkan orang lain mengetahui kalau kita berbohong! Tentunya diperlukan pengalaman dan “kecerdasan” tersendiri untuk berbohong. Mengetahui dengan persis kapan saatnya berbohong dan manfaat dari berbohong itu. Kalau belum mampu berbohong, jangan bohong! Itu akan menambah ganjaran sosial dari orang lain yang lebih menyakitkan, bahkan kebohongan untuk menghiburpun, kalau belum mampu, jangan lakukan. Dan jangan berbohong berulang-ulang untuk hal yang sama! Anda akan terlihat bodoh! Dan reaksi di pembuka tulisan yang akan anda terima.
Melakukan kebohongan sebenarnya saya sendiri kurang begitu suka, selagi masih bisa berkata sebenarnya, cobalah untuk berkata sebenarnya. Meskipun itu pahit! Dan kurang setuju juga bahwa orang yang suka berbohong adalah “gawan bayi” atau watak dari seseorang. Berbuat bohong dan terbiasa memanipulasi, karena kita dididik! Dididik untuk bisa bertempur di panggung sandiwara yang maha luas ini (baca: dunia).  Dari ceprot lahir ke dunia, sudah dihadirkan kebohongan kebohongan. Perjalanan menuju dewasa, tak sadar orang tua kita sendiri pun sering mengajarkan kebohongan. Seperti  mengatakan tidak sakit saat kita jatuh dan kebohongan lain-nya.
Berkata jujur sebenarnya jalan Illahi, dan berusahalah melakukan kejujuran, dan lihat apa yang terjadi. Tidak percaya, coba ingat kembali jejak rekam dalam kehidupan anda yang sudah dilalui. Dampak dari berbuat suatu kebohongan dengan berbuat suatu kejujuran. Menghadirkan suatu hal yang sangat berbeda. Biasanya hasil dari kejujuran adalah pahit dimuka, tapi luar biasa nikmat di belakang. Sedangkan hasil dari suatu kebohongan, nikmat dimuka tapi hal yang sangat memalukan, mengecewakan dan yang lebih tragis degradasi kepercayaan dari orang lain yang sangat dalam. Belum lagi hukuman secara sosial dari akibat kebohongan itu. Tidak percaya? Silahkan praktekkan sendiri!
Pengalaman pribadi saya mungkin sudah banyak menggambarkan itu. Contoh, suatu ketika saya berbohong atas ketidakmampuan saya. Tapi dengan kebohongan, saya mampu mendapatkan credit card! Tapi apa yang saya dapat? Terlilit hutang  yang sangat luar biasa dalam fase hidup saya, bahkan boleh dikata kalau tidak ada tangan Tuhan, saya bangkrut! Hampir menghancurkan generasi yang dititip Tuhan lewat saya, karena tidak mampu menghantar menjadi dewasa! Belum kebohongan untuk memanipulasi kondisi atau apa yang telah saya lakukan, hasilnya kebohongan itu terungkap juga! Nikmat dimuka, tapi nelangsa dibelakang!
Contoh kecil dalam hal kejujuran, saya berkata terus terang terutama kepada mawar pendamping saya, bahwa saya mengagumi melati. Hasil yang didapat, mawar begitu murka dan kecewa dengan apa yang saya ungkapkan. Tapi itu sementara, dengan kejujuran saya itu, ternyata masing-masing langsung bisa instropeksi kenapa hal itu bisa terjadi. Mawarku terus belajar menyebarkan harumnya. Dan saya sendiri masih bisa menjaga komitmen agung, bahwa hal tersebut memang suatu “gangguan’ yang harus dihadapi dan diselesaikan. Dan sampai saat ini sebatas sebagai pengagum dari keindahan melati! Juga  Memperkaya diri saya dalam menghadapi masalah! Pun kepada melati, saya berkata jujur bahwa saya tidak bisa menghindar dari bau harum dan keindahannya. Apa yang saya dapat! Luar biasa! Sama-sama bisa belajar! Sampai saat ini, minimal semua mengetahui kondisi sebenarnya! Meskipun pahit awalnya yang saya dapat. Saya dikatakan lebay dan sejenisnya, tapi akhirnya saya rasakan “respect” positif yang saya terima. Saya bisa lebih menjaga diri, begitu juga sebaliknya.
Ingatkan saya, ingatkan keluarga saya, ingatkan kita semua bahwa : BAU BUSUK AKHIRNYA AKAN TERCIUM JUGA!
Terus gali penghormatan dari orang lain dengan kejujuran! Yang jelas, kebohongan sebenarnya lebih menyulitkan kita, bukan karena kita menyakiti atau menghancurkan orang lain yang kita bohongi, melainkan karena orang lain menjadi sulit untuk percaya kepada kita! Kepercayaan adalah modal utama dalam menjalani kehidupan!
Merak, 8 September 2011
Dodi Suprapto

Rabu, 24 Agustus 2011

Jernihkan Mata Hati dan Dengarkan Kata Hati

Seandainya yaa.. seandainya, dalam menjalani hidup ini kita diberi jalan yang begitu jelas oleh yang Maha Kuasa. Ada marka jalan, ada penunjuk jalan disetiap persimpangan, bahkan kalau bisa dilengkapi traffic light! Jadi bisa mengetahui saatnya meneruskan perjalanan dengan aman karena lampu hijau, atau harus berhati-hati ataupun berhenti sejenak karena lampu kuning atau hijau.

Ya seandainya. Kenyataannya, hidup atau perjalanan hidup harus dijalani dengan kaburnya penunjuk jalan itu. Ya saya katakan kabur, karena sebenarnya kita sudah diberi penunjuk jalan yang abadi, yaitu mata hati sebagai jendelanya nurani, tetapi berapa persen kita dalam hidup memperhatikan petunjuk itu? Sengaja mengaburkan atau membutakan? Padahal itu petunjuk yang sangat terang benderang. Petunjuk yang seharusnya membimbing kita apabila menemui persimpangan dalam menjalani hidup. Dan harus memilih salah satu jalan tersebut. Tentunya masing-masing jalan di depan sana sudah dihadapkan suatu konsekwensi yang kita belum mengetahuinya. Karena kita belum melewati jalan tersebut. Tetapi tetap harus dihadapkan suatu pilihan, mana jalan yang akan dipilih.

Hidup  ada didalam wilayah kekuasaan waktu. Dan waktu dengan pongahnya selalu berjalan ke depan, tidak ada putar balik, tidak ada penyesalan. One way only! Kalaupun  kita salah dalam memilih jalan, tidak harus dan tidak bisa kita putar balik, tetapi dihadapkan kembali untuk memilih! Memilih jalan yang ada di hadapan kita! Suatu pilihan yang sulit bukan? Bayangan akan salah dalam memilih jalan (lagi)menghantui? Apa yang kita butuhkan? Apa yang bisa membantu kita mendapatkan petunjuk dan marka jalan yang benar-benar jelas? Sederhana. Terangkan kembali mata hati, jernihkan kata hati. Melihat dengan mata hati, mendengar dengan kata hati.  Karena mengandung petunjuk dan kejujuran hakiki dan menjadi jendela nurani. Nurani adalah si Bijak!

Cobalah sedikit menyingkirkan super power-nya pikiran. Otak atau pikiran hanya mengagungkan logika. Benar salah, untung rugi, masuk akal tidak masuk akal. Sedangkan mata hati melihat dengan kejujuran, kejernihan kata hati berbicara masalah apa yang harus dilakukan. Sesuatu yang sejalan dengan nurani. Kaburnya mata hati dan kati hati sehingga nurani terkubur dalam lubuk hati, adalah karena sudah terkaburnya dengan akal pikiran yang mempunyai kemampuan berpikir ratusan hal dalam hitungan menit!

Tidak mudah memang, tetapi apakah rela terus menerus menjadi kendali pikiran. Coba sibakkan ratusan sinyal dari otak itu untuk sekedar  medengar bisikan kata hati, lalu lihatlah dengan mata hati. Ambil jeda itu dari otak dengan berdoa. Karena berdoa adalah kekuatan untuk mengambil jeda dan mengosongkan pikiran. Manfaatkan jeda itu  untuk mendengar jernihnya kata hati. Tidak ada salahnya mendengar saran dari orang lain yang biasanya terucap setiap kali kita dihadapkan pada suatu kebingungan, dan juga biasanya menjadi saran terakhir,”Coba bertanya kepada hatimu, apa kata hatimu?.

Gundah gulana, risaunya hati adalah konsekwensi  mengingkari kata hati dan menutup mata hati. Yakinkah seorang pencuri, koruptor, politik culas dan penjahat bengis tidak gundah hatinya? Sangat yakin saya, pasti gundah, risau dan akan cenderung depresi. Karena terus menerus mengingkari kata hati bahwa mencuri itu jelek, mengambil dan memanipulasi yang bukan hak itu jelek, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan itu jelek dan membunuh itu jelek. Kenapa bisa saya seyakin itu, karena saya mengalaminya! Dan tidak menutup kemungkinan pernah anda alami juga. Apa yang anda rasakan? So, masihkah terus mengingkarinya?


Memang kadangkala dan kebanyakan mendengar kata hati akan menimbulkan hal yang sangat bertentangan dengan logika. Dan biasanya juga akan mengakibatkan penderitaan! Kalau tidak korupsi, takut menjadi miskin. Kalau tidak culas, sampai kapan tujuan tercapai. Dan seterusnya dan seterusnya.  Sampai hari inipun saya masih gundah gulana karena belum mau mendengar kata hati. *menangis*


Kamis, 18 Agustus 2011

Kasih Berbagi

THR DAY! Alhamdulillah, masih bisa menikmati THR. Berarti kita masih dilingkupi nikmat sehat, karena masih bisa menyaksikan dan menerima, masih bisa sedikit berbagi, masih bisa menjalani proses membahagiakan keluarga, masih mampu menjalani kehidupan dunia untuk mencari nafkah dengan bekerja, dan MASIH BERUNTUNG! Syukur Alhamdulillah, berapa banyak saudara-saudara kita yang tidak beruntung. Cobalah mulai tengok lingkungan keluarga sendiri. Adik atau kakak yang tidak seberuntung kita. Jangankan sekedar THR, bulanan bahkan harian-pun mereka membanting tulang sekedar mengais bekal untuk apa yang bisa dimakan hari ini. Masih bersombongkah kita?  Ikhlas-kah menanggalkan perhiasan penampilan luar yang menunjukkan kelebihan dari saudara-saudara kita? Masih rela-kah terperangkap dalam belenggu perhiasan kemakmuran? Sadarkah kemakmuran mendatangkan keangkuhan? Dan keangkuhan menggiring kita untuk berpaling dari kebenaran yang terpampang di tengah-tengah kita? Hanya memandang lurus dan kepala agak diangkat sedikit? Menengok kiri kanan saja seraya ada tembok tebal yang menghalangi-nya, apalagi menengok ke belakang? Cobalah runtuhkah tembok itu kawan, sedikit relaks-kan leher untuk sekedar alihkan pandang.
Jangan pandang aku kawan, walau mungkin aku adalah wujud topeng yang menyembunyikan sejatiku. Tapi dengarkan kebenaran itu dengan mata hati, karena mata hati lebih tajam dari pandang-mu. Pandang-mu hanya akan melihat kabut yang menyembunyikan kita dari hal-hal yang harus kita lihat. Sibak kabut itu dengan mata hati-mu kawan. Dibalik kabut itu, buuaanyak saudara-saudara kita yang mengelepar mencari air kehidupan. Bantulah mereka sekedar menyiram mereka dengan air keberuntungan-mu. Segarkan mereka kawan. Angankan ganjaran dan kebenaran yang akan kita dapat. Jangan biarkan mata hati tetindih kemakmuran yang membebani nurani, entengkan beban itu dengan mengisi kantong-kantong saudara-saudara kita yang menggelepar itu. Mari kita ringankan beban itu dengan meringankan beban mereka. Sedikit tanggalkan nafsu kemakmuran, limpahkan nafsu untuk menggandeng sauadara-saudara kita yang perlu digandeng, angkat mereka, angkat mereka dari kolam kemakmuran yang hampir kering itu. Sibak dan nyanyikan senandung harapan kepada mereka. Sebarkan kasih ikhlas kita kepada mereka, disaat limpahan kemakmuran masih menaungi. Bersama-sama raih kearifan yang mensucikan jiwa, menyibak jendela mata hati dan kendaraan menuju Illahi.
Tidak kah kita bayangkan, seandainya suatu waktu yang menggelepar itu adalah kita. Air kemakmuran yang tak kunjung turun dari langit? Dahaga yang sulit tersembuhkan, dahaga yang mungkin akan terjadi kepada kita semua.  Dahaga yang bisa merobohkan keangkuhan kita saat ini. Dahaga yang membuat kita mengais dan menghiba persis seperti insan yang menggelepar itu. Bayangkan permata-permata hati  kita meneriakkan dahaga itu. Sanggup-kah kita hadapi? Tidak-kah kita mencoba untuk merasakan, untuk sekedar membantu merobohkan keangkuhan itu.
Saatnya kita membuka jendela, melihat kerumunan, melihat kemuraman, melihat kesedihan bahkan melihat kenestapaan. Saatnya kita keluar dari penjara kemakmuran yang berhiaskan kesombongan itu.  Penjara yang telah memadamkan api kasih berbagi menjadi seonggok arang. Nyalakan kembali api itu saudara-ku. Songsong hangat-nya matahari rindu itu. Rindu berbagi, rindu berkasih dan rindu harum bunga melati persaudaraan. Mari kita sama-sama berjalan menuju terbenamnya matahari kehidupan, karena kita berasal dari yang baqa dan akan kembali  ke kebaqaan itu. Ingatlah, perjalanan menuju terbenamnya matahari kehidupan itu adalah sementara. Di depan sudah menunggu kegelapan baqa. Tidakkah kita sadari berapa banyak lentera yang telah kita bawa untuk bekal itu? Jangan sampai kita lupa mencari lentera yang bisa menerangi kebaqaan itu, sehingga kita terpenjara dalam kegelapan baqa, kegelapan abadi!
Merak, 16 Agustus 2011
Dodi Suprapto

Selasa, 16 Agustus 2011

Sengkuni, Typologi Kesewenangan Mulut

Gaya bicaranya mendayu-ndayu, klemak klemek kalau orang jawa bilang, kadang mau jalan saja terkesan males, berperawakan kurus, wajahnya pucat kebiru-biruan. Dan, tak jarang terkesan menjengkelkan. Itulang Sengkuni! Tokoh pewayangan yang memanifestasikan sifat culas, pendengki, penghasut kelas wahid, licik.. pokoknya sifat yang menyebalkan komplit ada di dia. Untung Sengkuni itu tidak brewokan dan rada gendut! hehehe…
Membicarakan Sengkuni dan sepak terjangnya sebenarnya perwujudan tokoh antagonis tulen. Figur yang merefleksikan segala sifat kebusukan dan kelicikan. Tidak ada sisi baik yang bisa diambil dari sosok terkenal tapi terkubur dengan sifat buruknya ini. Terus bila dikondisikan dengan keadaan sekarang, di media-media masa, lingkungan kerja bahkan dalam lingkungan kecil bertetangga, roh dan semangat Sengkuni dengan mudah kita lihat. Dengan gamblang setiap hari kita menjumpai personifikasi Sengkuni. Seperti tokoh politik yang opurtunis munafik, teman kerja yang penghasut atau orang yang mengambil segala kesempatan untuk menciptakan suasana chaos! Typologi kesewenangan mulut dan butanya mata hati. Intrik-intrik cerdas namun culas dan licik adalah keahliannya. Tidak usahlah pusing mengambil contoh, banyak!
Awalnya Sengkuni itu bernama Harya Suman. Harya Suman atau Sengkuni ini dulunya ganteng. Karena polah tingkah sebagai pembawa bakat sifat licik dan penghasut, wajah Sengkuni rusak dihajar dan dipermak oleh Patih Gandamana yang sakit hati bukan kepalang dengan Sengkuni. Gandamana adalah pangeran dari Kerajaan Pancala yang memilih mengabdi sebagai patih di Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Pandu. Sekilas mengenai Pandu. Pandu adalah bapak dari satria-satria hebat Pandawa. Tetapi karena Pandu dikutuk akan mati kalau berhubungan seks, pandawa lahir dari doa dan permintaan ibunya Dewi Kunti kepada Dewa. Dikabulkan permintaan itu sehingga lahir-lah 3 anak yaitu Yudhistira, Bima dan Arjuna dari rahim Dewi Kunti. Sedangkan Nakula-Sadewa satria kembar yang ganteng lahir dari rahim Dewi Madrim atas permintaan Dewi Kunti juga kepada Dewa. Pandu sebenarnya sosok yang nelangsa. Karena dikutuk akan mati kalau berhubungan seks! Amit-amit… Itu gara-gara saat berburu di hutan memanah seekor Kijang yang sedang bercinta! Apesnya kijang itu adalah samaran/jelmaan seorang Resi. Karena sedang “on” diganggu dan mati, ngamuklah resi itu. Akhirnya balas dendam dengan mengutuk Pandu akan modar apabila berhubungan seks! Kasian. Itulah mengapa Dewi Kunti memohon kepada Dewa untuk dikarunia putra, karena tidak bisa berhubungan seks dengan suaminya. Hehe..jaman dulu sudah ada virgin birth yaa… Pandu sendiri karena 15 tahun tidak menyentuh istri-istrinya, akhirnya tidak kuat juga. Suatu waktu Pandu mengajak Dewi Madrim berhubungan seks, matilah dia. Dewi Madrim pun tak kuasa menahan sesal. Setelah menitipkan putra kembarnya Nakula-Sadewa kepada Dewi Kunti, Dewi Madrim membakar dirinya dan mati menyusul suaminya.
Kembali ke Sengkuni atau Suman tadi. Suman yang sangat berambisi merebut jabatan patih menggunakan bakat dan penciptaanya sebagai mahluk licik untuk menyingkirkan Gandamana. Suman atau Sengkuni ngipas-ngipas murid Pandu yang berwujud raja raksasa bernama Prabu Tremboko seorang penguasa kerajaan Priggandani. Maka terciptalah ketegangan di antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Pringgadani. Pandu pun mengirim Gandamana sebagai duta perdamaian. Di tengah jalan, Suman menjebak Gandamana sehingga jatuh ke dalam perangkapnya. Suman kemudian kembali ke Hastina untuk melapor kepada Pandu bahwa Gandamana telah berkhianat dan memihak musuh. Pandu yang saat itu sedang labil segera memutuskan untuk mengangkat Suman sebagai patih baru. Tiba-tiba Gandamana yang ternyata masih hidup muncul dan menyeret Suman. Suman pun dihajar habis-habisan sehingga wujudnya yang tampan berubah menjadi jelek. Sejak saat itu, Suman pun terkenal dengan sebutan Sengkuni, berasal dari kata saka dan uni, yang bermakna "dari ucapan". Artinya, ia menderita cacad buruk rupa adalah karena hasil ucapannya sendiri.
Kelicikan Sengkuni kadang tidak terprediksi oleh lawan-lawannya, karena memang cerdas. Pada suatu peristiwa, Sengkuni mendapat kesaktian luar biasa yaitu tahan berbagai senjata alias kebal secara gratis! Itu berkat kelihaian-nya yang cenderung licik. Dikisahkan, setelah Pandu meninggal dunia, pusakanya yang bernama Minyak Tala dititipkan kepada Drestarastra supaya kelak diserahkan kepada para Pandawa jika kelak mereka dewasa. Minyak Tala sendiri merupakan pusaka pemberian dewata sebagai hadiah karena Pandu pernah menumpas musuh kahyangan bernama Nagapaya. Beberapa tahun kemudian, terjadi perebutan antara para Pandawa melawan para Kurawa yang ternyata juga menginginkan Minyak Tala. Dretarastra memutuskan untuk melemparkan minyak tersebut beserta wadahnya yang berupa cupu sejauh-jauhnya. Pandawa dan Kurawa segera berpencar untuk bersiap menangkapnya.
Bukan Sengkuni kalau tidak secara cerdas dan mempunyai ide brilliant dalam mengambil kesempatan diatas kesempitan. Sengkuni dengan licik lebih dahulu menyenggol tangan Drestarastra ketika hendak melemparkan benda tersebut. Akibatnya, sebagian Minyak Tala pun tumpah. Sengkuni segera membuka semua pakaiannya dan bergulingan di lantai untuk membasahi seluruh kulitnya dengan minyak tersebut.
Sementara itu, cupu beserta sisa Minyak Tala jatuh tercebur ke dalam sebuah sumur tua. Para Pandawa dan Kurawa tidak mampu mengambilnya. Konon cupu tersebut hanya berhasil ditangkap seorang pendeta dekil bernama Durna Tertarik melihat kesaktiannya, para Kurawa dan Pandawa pun berguru kepada pendeta tersebut.
Sengkuni yang telah bermandikan Minyak Tala sejak saat itu mendapati seluruh kulitnya kebal terhadap segala jenis senjata. Meskipun ilmu bela dirinya rendah, namun tidak ada satu pun senjata yang mampu menembus kulitnya. Hebat khan? Disamping sudah mempunyai pusaka berwujud Cis (tongkat pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah, Sengkuni mempunyai pelindung yang maha ampuh yaitu kebal terhadap senjata apapun!
Disamping licik dan penghasut, ternyata Sengkuni juga cabul! Pernah dalam suatu peristiwa, Sengkuni menjamah buah dada Dewi Kunti! Sehingga saat itu Dewi Kunti bersumpah tidak mau memakai kutang lagi kalau bukan dari kulit Sengkuni! 
Cikal bakal perang maha dasyat antara Pandawa dan Kurawa adalah karena intrik-intrik buruk yang dilakukan Sengkuni. Iya, perang Mahabaratha! Awalnya adalah saat Duryudana yang manja dan pendengki diangkat putra mahkota oleh Destarata sebagai pemangku kekuasaan di kerajaan Astina setelah Pandu mangkat. Kolaborasi atau tepatnya kepiawaian Sengkuni menjadikan Duryudana boneka sekaligus sahabat sejati-nya, menambah daftar panjang kelicikan-kelicikan Sengkuni. Sengkuni yang menjadi penasehat utama Duryudana saat itu menangkap bahwa Duryudana merasa iri atas kemajuan yang dicapai Pandawa dalam membangun Indraprastha lebih indah daripada Hastinapura. Hal itu menjadi bahan untuk melancarkan siasat buruknya. Sengkuni menghasut Duryudana untuk merebut Indraprastha dari tangan Pandawa melalui permainan dadu melawan pihak Kurawa. 
Atas saran Sengkuni, ia pun mengundang para Pandawa untuk bermain dadu di Hastinapura. Dalam permainan itu Sengkuni bertindak sebagai pelempar dadu Kurawa. Dengan menggunakan ilmu sihirnya, ia berhasil mengalahkan para Pandawa. Sedikit demi sedikit harta benda, istana Indraprastha, bahkan kemerdekaan para Pandawa dan istri mereka, Dewi Drupadi jatuh ke tangan Duryudana.
Mendengar Drupadi dipermalukan di depan umum, Dewi Gendari ibu para Kurawa muncul membatalkan semuanya. Para Pandawa pun pulang dan mendapatkan kemerdekaan mereka kembali. Karena kecewa, Duryudana mendesak ayahnya, Drestarastra, supaya mengizinkannya untuk menantang Pandawa sekali lagi. Drestarastra yang lemah tidak kuasa menolak keinginan anak yang sangat dimanjakannya itu.
Maka, permainan dadu yang kedua pun terjadi kembali. Untuk kedua kalinya, pihak Pandawa kalah di tangan Sengkuni. Sebagai hukuman, mereka harus menjalani hidup selama 12 tahun di dalam hutan, dan dilanjutkan dengan menyamar selama setahun di suatu negeri. Jika penyamaran mereka sampai terbongkar, mereka harus mengulangi kembali selama 12 tahun hidup di dalam hutan dan begitulah seterusnya.
Setelah masa hukuman selama 13 tahun berakhir, para Pandawa kembali untuk mengambil kembali negeri mereka dari tangan Kurawa. Namun pihak Kurawa menolak mengembalikan Kerajaan Indraprastha dengan alasan penyamaran para Pandawa di Kerajaan Wirata telah terbongkar. Berbagai usaha damai diperjuangkan pihak Pandawa namun semuanya mengalami kegagalan. Perang pun menjadi pilihan selanjutnya. Pertempuran besar di Kurukshetra pun tak terelakkan antara pihak Pandawa melawan Kurawa dengan sekutu masing-masing akhirnya meletus. Perang dasyat yang dikenal dengan perang Baratayudha ini berlangsung selama 18 hari
Kematian Sengkuni sendiri diceritakan di akhir perang Baratayudha. Kematian yang tragis! Sesuai dengan sepak terjangnya yang menimbulkan dendam kesumat bagi siapa saja yang pernah menjadi korban kesewenangan mulut Sengkuni. Pada hari terakhir Baratayuda, Sengkuni bertempur melawan Bima. Dalam pertempuran itu Bima dibuat frustasi tidak bisa mengalahkan Sengkuni karena tidak mampu menjebol kulit Sengkuni yang kebal karena pengaruh Minyak Tala. 
Dari rasa kefrustasian itu, muncul Semar yang dari tampang lucunya sebenarnya adalah penjelmaan dewa, mengungkapkan ide cerdas dan masuk akal bahwa kelemahan Sengkuni ada di dubur! Masuk akal, karena saat berguling guling menyambut minya Tala yang tumpah, bagian tubuh yang tidak terkena minya adalah dubur! Karena terlindungi oleh lipatan pantat dari Sengkuni. Masuk akal dan cerdas! Bima pun maju kembali. Sengkuni ditangkap dan disobek duburnya menggunakan Kuku Pancanaka yang tumbuh di ujung jari Bima. Ilmu kebal Sengkuni pun musnah. Dengan beringas, Bima menyobek dan menguliti Sengkuni tanpa ampun. Dan mempersembahkan kulit tersebut kepada ibunda nya Dewi Kunti sebagai kutang! Sesuai dengan sumpahnya. Meskipun demikian, Sengkuni hanya sekarat tetapi tidak mati.
Pada sore harinya Bima berhasil mengalahkan Duryudana, raja para Kurawa. Dalam keadaan sekarat, Duryudana menyatakan bahwa dirinya bersedia mati jika ditemani pasangan hidupnya, yaitu istrinya yang bernama Dewi Banowati. Atas nasihat Kresna, Bima pun mengambil Sengkuni yang masih sekarat untuk diserahkan kepada Duryudana. Duryudana yang sudah kehilangan penglihatannya akibat luka parah segera menggigit leher Sangkuni yang dikiranya Banowati. Akibat gigitan itu, Sengkuni pun tewas seketika, begitu pula dengan Duryudana. Ini membuktikan bahwa pasangan sejati Duryudana sesungguhnya bukan istrinya, melainkan pamannya yaitu Sengkuni yang senantiasa berjuang dengan berbagai cara untuk membahagiakan para Korawa.
Masih belum puas, Bima menghantam tubuh Sengkuni dengan Gada Rujakpolo dan mencabik-cabik-nya untuk dibuang kearah tujuh mata angin! 
Mungkin ya… mungkin, akibatnya roh dan jiwa Sengkuni ada di arah tujuh mata angin sampai sekarang! Coba sekarang…… banyak tidak manusia licik, penuh intrik, tega mengorbankan orang lain untuk kepentingan sendiri? Hayooo… coba berapa banyak sekarang pemimpin yang hanya bisa menjadi boneka para penasehat-nya yang licik? Coba sekarang dihitung dengan jari, orang yang dibungkus dengan wujud fisik yang santun, ramah, relijius (katanya), namun menyembunyikan nafsu bejat Sengkuni? Berapa hayoo…. Jumlah jari di badan gak cukup, coba pinjem jari orang lain? Masih gak cukup? Hahahaha.. itulah gambaran bahwa duplikat dan reinkarnasi jiwa-jiwa Sengkuni bertebaran di sekitar kita. Waspada, atau malah ingin menjadi Sengkuni? Seperti saya? Qeqeqeqe…. 
Ndods

Senin, 15 Agustus 2011

Kritik, menumbuhkan budaya bertanya

Anda kritik saya? Apa anda sendiri sudah benar dalam segala hal? Kok berani-beraninya mengkritik .”  Hehehe… pertanyaan balik itu yang sering kita dengar kalau ada orang yang dikritik, tetapi tidak terima dengan kritikan yang disampaikan. Mengkritik, hal sederhana tetapi sangat susah dikompromikan antara yang mengkritik dan yang dikritik. Ternyata gaya komunikasi biang keladinya. Gaya komunikasi tanpa disadari sering menjadi masalah. Teman bahkan sahabat sendiri pun akan terluka kalau kritik tersebut disampaikan dengan gaya bahasa yang kasar. Dan tidak semua orang sama dalam menerima gaya bahasa yang kita sampaikan.
Di lingkungan kerja, tidak sedikit orang yang dihindari rekan-rekan kerja yang lain karena mulutnya berduri! Atau atasan yang hanya mengandalkan komunikasi satu arah. Tanpa sadar, omongan yang keluar dari mulutnya sering menyakiti orang. Padahal dia menyampaikan kebenaran, cuma cara bicara yang cenderung kasar dan tanpa tedeng aling-aling, sering membuat rekan-rekan kerja lain tersinggung berat.  Menyampaikan kebenaran saja susah, apalagi kalau kebenaran itu disampaikan dengan cara yang kasar!
Gaya komunikasi seseorang sangat dipengaruhi nilai-nilai yang dianut orang tersebut. Contoh seseorang yang berasal dari keluarga atau lingkungan yang terbiasa dengan suasana demokratis akan cenderung lebih terbuka dan sedikit “kasar” karena secara telanjang menyampaikan apa adanya. Bicara tanpa dibungkus. Sebaliknya kalau seseorang selalu dibelenggu dengan budaya sopan santun dan birokratis, cenderung mudah mengatakan ya dan “agak” sulit menerima kritik yang disampaikan sedikit kasar. Hatinya akan mudah terluka. Dan seringkali mempertahan kondisi harmonis, budaya menghindari konflik, sehingga yang terjadi adalah komunikasi semu, yang tidak mencerminkan pendapatnya sendiri.
Saya tidak mendukung atau membenarkan si mulut berduri atau tidak setuju juga dengan budaya sopan santun. Tetapi bagaimana mengkombinasikan kedua hal tersebut menjadi system komunikasi yang diterima kedua belah pihak. Kebenaran tersampaikan dan penerima kritik tidak terlukai. Tidak terlalu telanjang dan tidak munafik! Apakah sekarang susah mendapat tempat untuk orang-orang yang suka berterus teang? Benar dibilang benar, salah dibilang salah?.
Tidak ada yang salah dengan kritik, justru itu harus dibangunkan menjadi budaya! Budaya “cerewet” dalam arti mengkritik dan menuntut perbaikan harus dihidupkan. Dikhawatirkan kalau tidak ada budaya kritik, yang artinya lebih memperthankan keharmonisan semu, kemajuan atau solusi-solusi yang membangun tidak didapatkan.
Tinggal bagaimana kita mengolah kritik tersebut bisa tersampaikan dan diterima.  Pengkritik apabila menyampaikan sesuatu (kritik) hindari kecenderungan berkonotasi “siapa yang salah” tetapi menyampaikan  “apa yang salah”. Karena apabila yang tersampaikan siapa yang salah, takkan ada solusinya, sebab yang bersangkutan akan berusaha menolak atau mempertahankan diri. Tetapi apabila yang disampaikan “apa yang salah” akan lebih diterima dan menemukan proses yang salah, debat yang diakibatkan dari kritik itu sendiripun akan berlangsung dengan adu argumentasi yang mencari suatu solusi, karena membahas suatu proses. Bukan debat kusir karena masing-masing saling mempertahankan diri karena tidak terima disalahkan. Dengan sendirinya orang yang dikritik itu memahami kesalahannya. Yang mengkritik pun terhindarkan dari label cerewet, nyinyir, penyindir ataupun mulut berduri. Yang utama dalam penyampaian suatu kritik adalah pemilihan kata-kata agar keterbukaan tak saling menyakiti. Pikirkanlah dahulu baik-baik sebelum mengucapkan sesuatu. Kalau ini sduah terbiasa, terciptalah seni komunikasi dan berdebat. Komunikasi akan lebih efektif dan efisien apabila dijalankan dengan resep berikut:
Jelas, kata-kata harus jelas mengurai maksud kita
Lugas, hati harus terbuka, tak ada niatan tersembunyi, bebas dari niat buruk.
Tegas.  Sampaikan opini murni dari kita, hindarkan kata si anu, kata si ono atau yang lebih parah mencatut nama orang, karena terpikir untuk mencari aman dan menghindari konflik. Padahal itu adalah murni opini kita.
Sebagai penerima kritik pun, sebenarnya jangan langsung frontal melawan apa yang disampaikan. Tidak ada salahnya kita intropeksi diri. Mungkin memang ada yang salah dengan kita. Berpikirlah positif bahwa kesalahan itu adalah hal yang jamak terjadi. Kita tidak bisa menghindari suatu kesalahan. Analisa kritik yang disampaikan, kalau ternyata kritik tersebut “diboncengi” niatan buruk dari pengirim kritik, misalnya rasa iri, dengki atau hal culas lainnya. Abaikan saja kritik tersebut. Tetapi kalau itu kritik membangun, tidak ada salahnya kita terima untuk perbaikan kita sendiri.
Dengan terbiasanya pengkritik maupun yang dikritik tau akan apa yang harus dilakukan, tau apa yang harus disingkapi, saya yakin tidak ada istilah cerewet, ngeyel, tambeng dan sebagainya.
Merak, 15 Agustus 2011

Sabtu, 13 Agustus 2011

Medan..oh Medan

Seharusnya saya sangat beruntung lahir sebagai bangsa Indonesia. Bangsa yang penuh keragaman dan keunikan yang tidak ada duanya di dunia. Dan dari keragaman itu, seharusnya saya juga bisa belajar apapun tentang keragaman itu sendiri. Toleransi, rasa saling menghargai dan tenggang rasa! Suatu hal yang  bisa langsung dipraktikkan, karena kita sudah disodori ruang praktikum maha luas dari Sabang sampai Merauke. Tapi sayangnya semua itu”kandas” dengan egoism dan fanatisme semu. Dan salah satu kekayaan keragaman kita adalah cara bertutur atau keragaman bahasa. Muacem-muacem, diperkirakan ada 750 an!

Dari keragaman itu pula, kadangkala muncul suatu pengalaman yang unik dan lucu. Seperti baru saja yang saya alami saat pertama kali menginjakkan kaki di kota Medan. Begitu masuk ruang terminal bandara Polonia Medan, saya langsung mengamati kerumunan orang di situ. Karena memang saya sangat hobi mengamati perilaku dan gerak gerik orang. Dari situ sudah muncul kekaguman, semua serba cepat lugas dan tangkas.  Tapi… perasaan banyak banget orang marah-marah. Tukang parkir, marah-marah. Jual asongan, marah-marah.  Sampai ibu yang lagi nyuapin anaknya, marah-marah. Semua serba marah-marah! Waduuh… jangan-jangan ini wabah yang menular. Soalnya setiap orang marah-marah. Siap-siap nih.. Dan…… HAAAAAA!!! Kaget saya setengah mati. Orang lagi asyik mengamati orang-orang, tiba-tiba ada yang nepuk pundak saya dengan keras dan marah-marah!  “HORAS PAK!! BAPAK DARI JAKARTA!  Nadanya tinggi banget, tapi kok aneh, kok dia tersenyum? Marah kok sambil senyum?

Masih dengan nada tinggi, orang yang ngaku bernama Boy itu ngomong,”BAPAK DARI JAKARTA KHAN? SAYA BOY, AWAK JEMPUT BAPAK!  Sambil dia mengulurkan tangan untuk jabat tangan. Dengan agak ragu dan merinding, saya ulurkan tangan. Busyet! Kenceng banget cengkeramannya. Sambil agak meringis saya bilang,”Dodi, ya betul saya dari Jakarta. Bapak yang jemput saya?”  Ya otomatis saya menjawab dengan kalem tho, sambil masih dengan ribuan tanya di kepala sambil masih terkaget-kaget. Kali tepatnya nada gemetar! Hahaha.. gak lucu saja baru turun dari pesawat sudah berurusan dengan orang yang marah-marah. Orang itu sambil melepas cengkeramannya bilang,”BETUL! MARI! Sambil wuuut! Nyamber tas dan gak banyak cincong bawa itu tas pergi. Tinggal sayanya terbengong-bengong dan tergopoh-gopoh mengikutinya. Sampai di sebuah Innova dia berhenti, setelah menurunkan itu tas-tas, dia membukakan pintu untuk saya. Tambah bingung lagi saya-nya. Marah kok begitu sopan?

Dengan mata masih mengikuti  gerak-gerik orang itu, saya masuk ke mobil. Si Boy itu buka bagasi, taruh tas dan BAM!! Saya sampai terlompat dari tempat duduk. Kenceng banget tutup pintunya. Masuk lah dia di belakang kemudi. Dan.. masih marah-marah!  “SELAMAT DATANG DI MEDAN!

Daripada pening sendiri, saya memberanikan diri bertanya,”Bapak marah-marah ke saya? Bukan jawaban yang saya dapat, tapi malah suara ketawa yang kerasnya mungkin sampai 100 db lebih! Tambah kaget khan saya. Ternyata oh ternyata, memang seperti itu intonasinya orang Medan kalau berbicara. HAHAHAHA..! BAPAK ADA-ADA SAJA! BEGINILAH AWAK BICARA! HAHAHAHA..

Akhirnya kebingungan saya sirna dengan kehangatan orang itu. Saya lebih banyak jadi pendengar. Panjang lebar, tentunya dengan intonasi tinggi, Boy dengan fasih bercerita seluk beluk Medan. Gak terasa jam sudah menunjukkan hampir jam 12. Oh iya.., tempat yang saya tuju sekitar 4 jam perjalanan dari Bandara. Perut terasa keroncongan, saya tanya ke Boy,”Pak, kita berhenti makan dulu, yuk. Perut dah keroncongan nih. Dimana ya kira-kira tempat makan yang enak? Boy jawab,”TENANG PAK! BAPAK MUSLIM KHAN? 10 MENIT LAGI ADA WARUNG MUSLIM YANG ENAK! Yap! Tidak jauh meleset, 10 menit kemudian kita berhenti di sebuah restaurant dan ada tulisan muslim dalam tulisan Arab. Dengan ramah orang di pintu restaurant menyilahkan masuk, dan duduk.

Datang-lah pelayan pria menghampiri sambil bawa-bawa kertas dan pulpen. Sampai di depan kami keluar dari mulut pelayan itu,”BAPAK MAU APA?! Busyet… kaget sayanya. Tapi setelah pengalaman dari bandara sampai perjalanan ke restaurant ini, saya langsung ingat, oh.. memang begitu nadanya. Sambil melihat menu dan sedikit melirik pelayan pria itu, ya siapa tahu mengeluarkan golok! Hahaha.. saya jawab,”Sop ikan patin manis pedas.” MINUMNYA?! Sambung orang itu. “Es jeruk.” Jawab saya tho. Tapi kok melihat raut muka pelayan itu jadi berubah raut muka bingung. Tapi saya lihat nulis juga itu di catatan. Saya jadi curiga. Tapi kecurigaan itu sementara hilang mendengar pertanyaan pelayan pria itu ke Boy. Sama, masih dengan nada tinggi. Boy akhirnya pesen makanan sama, tapi untuk minum dia pesen Jus timun dingin. Itu yang saya dengar dari mulut Boy.  Ok.. selesai transaksi, tinggal tunggu pesanan datang.

Tak lama kemudian datang pesenan, tapi kok malah duluan Jus timun? Tanpa sungkan dan ragu, si Boy langsung sruput itu jus. Melihat cara nyruput Boy, ngiler saya. Sudah kebayang tuh Jus Jeruk dingin segar melewati kerongkongan. Tak berapa lama datang pelayan pria itu dengan baki. Dari kejauhan tampak warna orange menggoda. Tak sabar rasanya segera menyeruput. Begitu sudah dekat, ada pemandangan aneh. Kok ada sepiring kecil es batu? Terus, kenapa jus jeruknya tidak ada es-nya? Dengan santai pelayan itu menurunkan di meja. Pertama segelas jus jeruk, terus sepiring kecil es batu! Bingung saya, spontan bertanya,”Bang, kok jus jeruk-nya tidak ada esnya? Dengan enteng pelayan itu ngomong,”BAPAK PESAN ES JERUK KHAN?! INI ES-NYA, INI JERUKNYA!  Sambil nunjukin sepiring es batu dan segelas jus jeruk! Benar-benar es batu dan benar benar segelas jus jeruk! Rupanya si Boy dari tadi memperhatikan terus. Dan… HAHAHAHAHA si boy ketawa kenceng, sampai muncrat tuh jus timun. Si Boy langsung dengan cekatan memegang itu bahu pelayan sambil ngomong,”TOLONG GANTI PESANAN BAPAK INI DENGAN  JUS JERUK DINGIN! Sepertinya pelayan itu paham dan mengangguk-angguk. Dibawa pergi lagi tuh sepiring es batu dan segelas jus jeruk.

Tak lama kemudian, apa yang saya idam-idamkan keluar.  Jus Jeruk yang ada es batunya di dalam gelas! Tapi rasa segera menyeruput itu jeruk  berkurang kadarnya dengan rasa penasaran saya. Tanya saya ke Boy,”Memang ada yang salah dengan pesenan saya? Si Boy tidak menjawab langsung tapi malah ketawa gak habis-habis. Setelah mendengar penjelasan Boy……. Ooooo….. pantas. Ternyata disini itu tidak ada es jeruk, es teh, es timun. Yang ada jeruk dingin, teh dingin atau jus timun dingin! Pantas saja saya pesan es jeruk, datang sepiring kecil es batu dan segelas jeruk!!  Tersenyum kecut sayanya melihat Boy ketawa tidak berhenti-henti.

Itulah kekayaan ragam cara bertutur bangsa kita. Dan seharusnya dari keragaman itu kita akan terus terasah rasa saling pengertian, saling menghargai, saling tenggang rasa dan toleransi. Karena memang suatu kenyataan bahwa bangsa kita terdiri dari keaneka ragaman suku bangsa. Bangsa Indonesia  lahir juga dari keragaman itu. Dengan semangat BHINEKA TUNGGAL IKA, kita bisa melepaskan diri dari kungkungan kolonial. Masa kita harus lupa dengan itu semua. Lupa karena keangkuhan fanatisme sempit, lupa karena kesombongan  suku bangsa tertentu lebih superior, lupa karena kebenaran yang dibawa oleh kita adalah yang paling benar. Lupa bahwa kita BANGSA INDONESIA! BANGSA BHINEKA, bangsa yang seharusnya TUNGGAL IKA!

Medan, 23 July 2011
Dodi Suprapto